BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Dewasa ini setiap satuan pendidikan
secara bertahap harus melaksanakan pengelolaan penyelenggaraan pendidikan
sesuai dengan Peraturan Pemerintah no. 19 tentang Standar Nasional Pendidikan
(SNP). SNP adalah kriteria minimal tentang sistem pendidikan di seluruh wilayah
hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia. PP no. 19 ini memberikan arahan
tentang delapan standar nasional pendidikan, yang meliputi: (a) standar isi;
(b) standar proses; (c) standar kompetensi lulusan; (d) standar pendidik dan
tenaga kependidikan; (e) standar sarana dan prasarana; (f) standar pengelolaan;
(g) standar pembiayaan; dan (h) standar penilaian pendidikan.
Peserta didik yang berada pada sekolah
dasar kelas satu, dua, dan tiga berada pada rentangan usia dini. Pada usia
tersebut seluruh aspek perkembangan kecerdasan seperti IQ, EQ, dan SQ tumbuh
dan berkembang sangat luar biasa. Pada umumnya mereka masih melihat segala
sesuatu sebagai satu keutuhan (berpikir holistik) dan memahami hubungan antara
konsep secara sederhana. Proses pembelajaran masih bergantung kepada
objek-objek konkret dan pengalaman yang dialami secara langsung.
Saat ini, pelaksanaan kegiatan
pembelajaran di SD kelas I – III untuk setiap mata pelajaran dilakukan
secara terpisah, misalnya IPA 2 jam pelajaran, IPS 2 jam pelajaran, dan
Bahasa Indonesia 2 jam pelajaran. Dalam pelaksanaan kegiatannya dilakukan
secara murni mata pelajaran yaitu hanya mempelajari materi yang berhubungan
dengan mata pelajaran itu. Sesuai dengan tahapan perkembangan anak yang masih
melihat segala sesuatu sebagai suatu keutuhan (berpikir holistik), pembelajaran
yang menyajikan mata pelajaran secara terpisah akan menyebabkan kurang
mengembangkan anak untuk berpikir holistik dan membuat kesulitan bagi
peserta didik.
Selain itu, dengan pelaksanaan
pembelajaran yang terpisah, muncul permasalahan pada kelas rendah (I-III)
antara lain adalah tingginya angka mengulang kelas dan putus sekolah. Angka
mengulang kelas dan angka putus sekolah peserta didik kelas I SD jauh lebih
tinggi dibandingkan dengan kelas yang lain. Data tahun 1999/2000 memperlihatkan
bahwa angka mengulang kelas satu sebesar 11,6% sementara pada kelas dua 7,51%,
kelas tiga 6,13%, kelas empat 4,64%, kelas lima 3,1%, dan kelas enam 0,37%. Pada
tahun yang sama angka putus sekolah kelas satu sebesar 4,22%, masih jauh lebih
tinggi jika dibandingkan dengan kelas dua 0,83%, kelas tiga 2,27%, kelas empat
2,71%, kelas lima 3,79%, dan kelas enam 1,78%.
Angka nasional tersebut semakin
memprihatinkan jika dilihat dari data di masing-masing propinsi terutama yang
hanya memiliki sedikit taman kanak-kanak. Hal itu terjadi terutama di
daerah terpencil. Pada saat ini hanya sedikit peserta didik kelas satu sekolah
dasar yang mengikuti pendidikan prasekolah sebelumnya. Tahun 1999/2000 tercatat
hanya 12,61% atau 1.583.467 peserta didik usia 4-6 tahun yang masuk taman
Kanak-kanak, dan kurang dari 5 % peserta didik berada pada pendidikan
prasekolah lain.
Permasalahan tersebut menunjukkan bahwa
kesiapan sekolah sebagian besar peserta didik kelas awal sekolah dasar di
Indonesia cukup rendah. Sementara itu, hasil penelitian menunjukkan bahwa
peserta didik yang telah masuk taman kanak-kanak memiliki kesiapan bersekolah
lebih baik dibandingkan dengan peserta didik yang tidak mengikuti pendidikan
taman kanak-kanak. Selain itu, perbedaan pendekatan, model, dan prinsip-prinsip
pembelajaran antara kelas awal sekolah dasar dengan pendidikan pra-sekolah
dapat juga menyebabkan peserta didik yang telah mengikuti pendidikan pra-sekolah
pun dapat saja mengulang kelas atau bahkan putus sekolah.
Atas dasar pemikiran di atas dan dalam
rangka implementasi Standar Isi yang termuat dalam Standar Nasional Pendidikan,
maka pembelajaran terpadu sangat penting untuk dilaksanakan di tingkat sekolah
dasar, agar pembelajaran di kelas tidak monoton, menyenangkan serta bermakna
bagi kehidupan peserta didik.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di
atas, maka masalah yang akan dibahas dalam makalah ini yaitu:
1. Apakah
yang dimaksud dengan pembelajaran terpadu?
2. Bagaimanakah
prinsip-prinsip dari pembelajaran terpadu?
3. Apakah
ciri-ciri dari pembelajaran terpadu?
4. Apakah
kelebihan dan kelemahan dari pembelajaran terpadu?
5. Mengapa
pembelajaran terpadu penting untuk diterapkan di tingkat sekolah dasar?
1.3 Tujuan Penulisan
Dari
uraian rumusan masalah di atas, maka tujuan penulisan makalah ini adalah:
1. Untuk
mendeskripsikan pengertian pembelajaran terpadu.
2. Untuk
mendeskripsikan prisip-prinsip dari pembelajaran terpadu.
3. Untuk
menidentifikasi ciri-ciri dari pembelajaran terpadu.
4. Untuk
menidentifikasi kelebihan dan kelemahan dari pembelajaran terpadu.
5. Untuk
menguraikan alasan pentingnya pembelajaran terpadu untuk diterapkan di tingkat
sekolah dasar.
1.4 Manfaat Penulisan
Adapun
manfaat dari penulisan makalah ini, yaitu:
1. Dapat
dijadikan sebagai bahan bacaan mahasiswa calon guru SD.
2. Dapat
menunjang bahan mata kuliah Pembelajaran Terpadu.
3. Dapat
memberikan pengetahuan bagi pendidik khusunya untuk guru SD tentang model
pembelajaran terpadu.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Pembelajaran Terpadu
Beberapa pengertian dari pembelajaran
terpadu yang dikemukakan oleh beberapa orang pakar pembelajaran terpadu
diantaranya :
1) Menurut
Cohen dan Manion (1992) dan Brand (1991), terdapat tiga kemungkinan variasi
pembelajaran terpadu yang berkenaan dengan pendidikan yang dilaksanakan dalam
suasana pendidikan progresif yaitu kurikulum terpadu (integrated curriculum),
hari terpadu (integrated day), dan pembelajaran terpadu (integrated learning).
Kurikulum terpadu adalah kegiatan menata keterpaduan berbagai materi mata
pelajaran melalui suatu tema lintas bidang membentuk suatu keseluruhan yang
bermakna sehingga batas antara berbagai bidang studi tidaklah ketat atau boleh
dikatakan tidak ada. Hari terpadu berupa perancangan kegiatan siswa dari
sesuatu kelas pada hari tertentu untuk mempelajari atau mengerjakan berbagai
kegiatan sesuai dengan minat mereka. Sementara itu, pembelajaran terpadu
menunjuk pada kegiatan belajar yang terorganisasikan secara lebih terstruktur
yang bertolak pada tema-tema tertentu atau pelajaran tertentu sebagai titik
pusatnya (center core / center of interest);
2) Menurut
Prabowo (2000 : 2), pembelajaran terpadu adalah suatu proses pembelajaran
dengan melibatkan / mengkaitkan berbagai bidang studi. Dan ada dua pengertian
yang perlu dikemukakan untuk menghilangkan kerancuan dari pengertian
pembelajaran terpadu di atas, yaitu konsep pembelajaran terpadu dan IPA
terpadu.
Menurut Prabowo (2000:2), pembelajaran
terpadu merupakan pendekatan belajar mengajar yang melibatkan beberapa bidang
studi. Pendekatan belajar mengajar seperti ini diharapkan akan dapat memberikan
pengalaman yang bermakna kepada anak didik kita. Arti bermakna disini
dikarenakan dalam pembelajaran terpadu diharapkan anak akan memperoleh pemahaman
terhadap konsep-konsep yang mereka pelajari dengan melalui pengalaman langsung
dan menghubungkannya dengan konsep lain yang sudah mereka pahami.
Pembelajaran terpadu merupakan
pendekatan belajar mengajar yang memperhatikan dan menyesuaikan dengan tingkat
perkembangan anak didik (Developmentally Appropriate Practical). Pendekatan
yang berangkat dari teori pembelajaran yang menolak drill-system sebagai dasar
pembentukan pengetahuan dan struktur intelektual anak.
Langkah awal dalam melaksanakan
pembelajaran terpadu adalah pemilihan/ pengembangan topik atau tema. Dalam
langkah awal ini guru mengajak anak didiknya untuk bersama-sama memilih dan
mengembangkan topik atau tema tersebut. Dengan demikian anak didik terlibat
aktif dalam proses pembelajaran dan pembuatan keputusan.
Pembelajaran dengan menggunakan
pendekatan terpadu ini diharapkan akan dapat memperbaiki kualitas pendidikan
dasar, terutama untuk mencegah gejala penjejalan kurikulum dalam proses
pembelajaran di sekolah. Dampak negatif dari penjejalan kurikulum akan
berakibat buruk terhadap perkembangan anak. Hal tersebut terlihat dengan
dituntutnya anak untuk mengerjakan berbagai tugas yang melebihi kapasitas dan
kebutuhan mereka. Mereka kurang mendapat kesempatan untuk belajar, untuk
membaca dan sebagainya. Disamping itu mereka akan kehilangan pengalaman
pembelajaran alamiah langsung, pengalaman sensorik dari dunia mereka yang akan
membentuk dasar kemampuan pembelajaran abstrak (Prabowo, 2000:3).
2.2 Prinsip-prinsip Pembelajaran
Terpadu
Berikut ini dikemukakan pula
prinsip-prinsip dalam pembelajaran terpadu yaitu meliputi : 1) prinsip
penggalian tema, 2) prinsip pelaksanaan pembelajaran terpadu, 3) prinsip
evaluasi dan 4) prinsip reaksi.
Prinsip penggalian tema antara lain :
a). Tema hendaknya tidak terlalu luas, namun dengan mudah dapat digunakan
memadukan banyak bidang studi, b). Tema harus bermakna artinya bahwa tema yang
dipilih untuk dikaji harus memberikan bekal bagi siswa untuk belajar
selanjutnya c). Tema harus disesuaikan dengan tingkat perkembangan psikologis
anak. d). Tema yang dikembangkan harus mampu mewadahi sebagian besar minat
anak, e). Tema yang dipilih hendaknya mempertimbangkan penstiwa-peristiwa
otentik yang terjadi dalam rentang waktu belajar, f) Tema yang dipilih
hendaknya mempertimbangkan kurikulum yang berlaku, serta harapan dari
masyarakat, g). Tema yang dipilih hendaknya juga mempertimbangkan ketersediaan
sumber belajar.
Prinsip pelaksanaan terpadu di antaranya
: a) guru hendaknya jangan menjadi “single actor “ yang mendominasi pembicaraan
dalam proses belajar mengajar, b) pemberian tanggung jawab individu dan
kelompok harus jelas dalam setiap tugas yang menuntut adanya kerjasarna
kelompok, c) guru perlu akomodatif terhadap ide-ide yang terkadang sama sekali
tidak terpikirkan dalam poses perencanaan.
Prinsip evaluatif adalah : a). memberi
kesempatan kepada siswa untuk melakukan evaluasi diri di samping bentuk
evaluasi lainnya, b) guru perlu mengajak siswa untuk mengevaluasi perolehan
belajar yang telah dicapai berdasarkan kriteria keberhasilan pencapaian tujuan
yang telah disepakati dalam kontrak.
Prinsip reaksi, dampak pengiring
(nuturan efek) yang penting bagi perilaku secara sadar belum tersentuh
oleh guru dalam kegiatan belajar mengajar. Karena itu, guru dituntut agar mampu
merencanakan dan melaksanakan pembelajaran sehingga tercapai secara tuntas
tujuan-tujuan pembelajaran. Guru harus bereaksi terhadap reaksi siswa dalam
semua “event “ yang tidak diarahkan ke aspek yang sempit tetapi ke suatu kesatuan
utuh dan bermakna.
Waktu pembelajaran terpadu bisa
bermacam-macam yaitu : a) pembelajaran terpadu yang dilaksanakan pada waktu
tertentu, yaitu apabila materi yang dijalankan cocok sekali diajarkan secara
terpadu; b) Pembelajaran terpadu bersifat temporer, tanpa kepastian waktu dan
bersifat situasional, dimana pelaksanaannya tidak mengikuti jadwal yang
teratur, pelaksanaan pembalajaran terpadu secara spontan memiliki karakteristik
dengan kegiatan belajar sesuai kurikulum yang isinya masih terkotak-kotak berdasarkan
mata pelajaran. Walaupun demikian guru tetap harus merencanakan keterkaitan
konseptual atau antar pelajaran, dan model jaring laba-laba memungkinkan
dilaksanakan dengan pembelajaran terpadu secara spontan (tim pengembang PGSD,
1996); c) Ada pula yang melaksanakan pembelajaran terpadu secara periodik,
misalnya setiap akhir minggu, atau akhir catur wulan. Waktu-waktunya telah
dirancang secara pasti; d) Ada pula yang melaksanakan pembelajaran terpadu
sehari penuh. Selama satu hari tidak ada pembelajaran yang lain, yang ada siswa
belajar dengan yang diinginkan. Siswa sibuk dengan urusannya masing-masing.
Pembelajaran ini dikenal dengan istilah
“integrated day “ atau hari terpadu. Diawali dengan kegiatan pengelolaan kelas
yang meliputi penyiapan aspek-aspek kegiatan belajar, alat-alat, media dan
peralatan lainnya yang dapat menunjang terlaksananya pembelajaran terpadu.
Dalam tahap perencanaan guru memberikan arahan kepada murid tentang kegiatan
yang akan dilaksanakan, cara pelaksanaan kegiatan, dan cara siswa memperoleh
bantuan guru.
Implikasi dari pembelajaran terpadu,
bentuk hari terpadu, guru harus menentukan waktu maupun jumlah hari untuk
pelaksanaan kegiatan tersebut dan dapat diisi dengan kegiatan pembelajaran
terpadu model jaring laba-laba; (4) Pembelajaran terpadu yang terbentuk dari
tema sentral.
Implementasinya menuntut dilakukannya
pengorganisasian kegiatan yang telah terstruktur. Pengorganisasian pada awal
kegiatan mencakup penentuan tema dengan mempertimbangkan alat, bahan, dan
sumber yang tersedia, jenis kegiatan serta cara guru membantu siswa. Untuk
pelaksanaanya guru bekerjasama dengan guru kelas lainnya dalam merancang
kegiatan belajar mengajar dengan memilih tema sentral transportasi dalam
kehidupan.
2.3 Karakteristik Pembelajaran Terpadu
Sebagai
suatu proses, pembelajaran terpadu memiliki karakteristik sebagai berikut.
1) Pembelajaran
berpusat pada anak.
Pembelajaran terpadu dikatakan sebagai
pembelajaran yang berpusat pada anak karena pada dasarnya pembelajaran terpadu
merupakan suatu system pembelajaran yang memberikan keleluasaan pada siswa,
baik secara individu maupun kelompok. Siswa dapat aktif mencari, menggali, dan
menemukan konsep serta prinsip-prinsip dari suatu pengetahuan yang harus
dikuasainya sesuai dengan perkembangannya.
2) Menekankan
pembentukan pemahaman dan kebermaknaan.
Pembelajaran terpadu mengkaji suatu
fenomena dari berbagaimacam aspek yang membentuk semacam jalinan antar skemata
yang dimiliki siswa,sehingga akan berdampak pada kebermaknaan dari materi yang
dipelajari siswa. Hasil yang nyata di dapat dari segala konsep yang diperoleh
dan keterkaitannya dengan konsep-konsep lain yang dipelajari dan mengakibatkan
kegiatan belajar menjadi lebih bermakna. Hal ini diharapkan akan berakibat pada
kemampuan siswa untuk dapat menerapkan perolehan belajarnya pada pemecahan
masalah-masalah yang nyata dalam kehidupannya.
3) Belajar
Melalui Pengalaman Langsung
Siswa akan memahami hasil belajarnya
sesuai dengan fakta dan peristiwa yang mereka alami,bukan sekedar informasi
dari gurunya. Guru lebih banyak bertindak sebagai fasilitator dan katalisator
yang membimbing ke arah tujuan yang ingin dicapai. Sedangkan siswa sebagai
aktor pencari fakta dan informasi untuk mengembangkan pengetahuannya.
4) Lebih
memperhatikan proses daripada hasil semata.
Pada pembelajaran terpadu dikembangkan
pendekatan discovery inquri (penemuan terbimbing) yang melibatkan siswa secara
aktif dalam proses pembelajaran yaitu mulai dari perencanaan, pelaksanaan
sampai proses evaluasi. Pembelajaran terpadu dilaksanakan dengan melihat
hasrat, minat, dan kemampuan siswa, sehingga memungkinkan siswa termotivasi
untuk belajar terus menerus.
5) Sarat
dengan muatan keterkaitan
Pembelajaran terpadu memusatkan
perhatian pada pengamatan dan pengkajian suatu gejala atau peristiwa dari beberapa
mata pelajaran sekaligus, tidak dari sudut pandang yang terkotak-kotak.
Sehingga memungkinkan siswa untuk memahami suatu fenomena pembelajaran dari
segala sisi, yang pada gilirannya nanti akan membuat siswa lebih arif dan bijak
dalam menyikapi atau menghadapi kejadian yang ada.
2.4 Ciri-Ciri Pembelajaran Terpadu
Hilda Karli dan Margaretha (2002:15)
mengemukakan beberapa ciri pembelajaran terpadu, yaitu sebagai berikut:
·
Holistik, suatu peristiwa yang menjadi
pusat perhatian dalam pembelajaran terpadu dikaji dari beberapa bidang studi
sekaligus untuk memahami suatu fenomena dari segala sisi.
·
Bermakna, keterkaitan antara
konsep-konsep lain akan menambah kebermaknaan konsep yang dipelajari dan
diharapkan anak mampu menerapkan perolehan belajarnya untuk memecahkan
masalah-masalah nyata di dalam kehidupannya.
·
Aktif, pembelajaran terpadu dikembangkan
melalui pendekatan diskoveri-inquiri. Peserta didik terlibat secara aktif dalam
proses pembelajaran yang secara tidak langsung dapat memotivasi anak untuk
belajar.
Sejalan dengan itu, Tim Pengembang PGSD
(1977:7) mengemukakan bahwa pembelajaran terpadu memiliki ciri-ciri berikut
ini.
§ Berpusat
pada anak
§ Memberikan
pengalaman langsung pada anak
§ Pemisahan
antara bidang studi tidak begitu jelas
§ Memyajikan
konsep dari berbagai bidang studi dalam suatu proses pembelajaran.
§ Bersikap
luwes
§ Hasil
pembelajaran dapat berkembang sesuai dengan minat dan kebutuhan anak.
2.5 Kelebihan dan Kelemahan
Pembelajaran Terpadu
Pembelajaran terpadu memiliki kelebihan
dibandingkan dengan pendekatan konvensional, yaitu sebagai berikut.
§ Pengalaman
dan kegiatan belajar peserta didik akan selalu relevan dengan tingkat
perkembangan anak.
§ Kegiatan
yang dipilih dapat disesuaikan dengan minat dan kebutuhan peserta didik.
§ Seluruh
kegiatan belajar lebih bermakna bagi peserta didik sehingga hasil belajar akan
dapat bertahan lebih lama.
§ Pembelajaran
terpadu menumbuhkembangkan keterampilan berpikir dan sosial peserta didik.
Pembelajaran terpadu menyajikan kegiatan
yang bersifat pragmatis dengan permasalahan yang sering ditemui dalam
kehidupan/lingkungan riil peserta didik.
Jika pembelajaran terpadu dirancang
bersama, dapat meningkatkan kerja sama antar guru bidang kajian terkait, guru
dengan peserta didik, peserta didik dengan peserta didik, peserta didik/guru
dengan nara sumber; sehingga belajar lebih menyenangkan, belajar dalam situasi
nyata, dan dalam konteks yang lebih bermakna.
Di samping ada kelebihan di atas,
pembelajaran terpadu memiliki kelemahan, terutama dalam pelaksanaannya, yaitu
pada perancangan dan pelaksanaan evaluasi yang lebih banyak menuntut guru untuk
melakukan evaluasi proses, dan tidak hanya evaluasi dampak pembelajaran
langsung saja. Puskur, Balitbang Diknas (ttg:9) mengidentifikasi beberapa
kelemahan pembelajaran terpadu antara lain dapat ditinjau dari beberapa aspek,
yaitu sebagai berikut.
1) Aspek
Guru
Guru
harus berwawasan luas, memiliki kreativitas tinggi, keterampilan metodologis
yang handal, rasa percaya diri yang tinggi dan berani mengemas dan
mengembangkan materi. Secara akademik, guru dituntut untuk terus menggali
informasi ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan materi yang akan diajarkan dan
banyak membaca buku agar penguasaan bahan ajar tidak terfokus pada bidang
kajian tertentu saja.
2) Aspek
Peserta Didik
Pembelajaran
terpadu memerlukan bahan bacaan atau sumber informasi yang cukup banyak dan
bervariasi, mungkin juga fasilitas internet. Semua ini akan menunjang,
memperkaya, dan mempermudah pengembangan wawasan. Bila sarana ini tidak
dipenuhi, maka penerapan pembelajaran terpadu juga akan terlambat.
3) Aspek
Kurikulum
Kurikulum harus luwes, berorientasi pada
pencapaian ketuntasan pemahaman peserta didik (bukan pada pencapaian target
penyampaian materi). Guru perlu diberi kewenangan dalam mengembangkan materi,
metode, penilaian keberhasilan pembelajaran peserta didik.
4) Aspek
Penilaian
Pembelajaran
terpadu memerlukan cara penilaian yang menyeluruh (komprehensif), yaitu
menetapkan keberhasilan belajar peserta didik dari beberapa bidang kajian
terkait yang dipadukan.
5) Aspek
Suasana Pembelajaran
Pembelajaran
terpadu berkecenderungan mengutamakan salah satu bidang kajian dan
‘tenggelam’nya bidang kajian lain. Dengan kata lain, pada saat mengerjakan
sebuah tema, maka guru berkecenderungan menekankan atau mengutamakan substansi
gabungan tersebut sesuai dengan pemahaman, selera, dan latar belakang
pendidikan guru itu sendiri.
2.6 Pentingnya Pembelajaran Terpadu
Diterapkan Di Tingkat Sekolah Dasar
Piaget mengemukakan bahwa perkembangan
intelektual anak meliputi tahapan: (a) sensori-motor, (b) pra operasional, (c)
operasional konkrit, dan (d) operasional formal. Anak-anak usia dini (2-8 th)
berada pada tahapan pra operasional dan operasional konkrit, sehingga kalau
kita merujuk pada teori ini, dalam praktik pembelajaran di kelas hendaknya guru
memperhatikan ciri-ciri perkembangan anak pada tahapan ini. Secara khusus pula
para ahli psikologi pendidikan anak mengemukakan bahwa perkembangan anak usia dini
bersifat holistik; perkembangan anak bersifat terpadu, di mana aspek
perkembangan yang satu terkait erat dan mempengaruhi aspek perkembangan
lainnya. Perkembangan fisik tidak bisa dipisahkan dari perkembangan mental,
sosial, dan emosional ataupun sebaliknya, dan perkembangan itu akan terpadu
dengan pengalaman, kehidupan, dan lingkungannya.
Merujuk pada teori-teori belajar, di
antaranya teori Piaget, maka dalam pembelajaran di jenjang SD kelas rendah
hendaknya kita menggunakan pendekatan yang berorientasi pada kebutuhan
perkembangan anak (DAP atau Developmentally Appropiate Practice).
Penggunaan pendekatan DAP ini mengacu pada beberapa asas yang harus
diperhatikan oleh guru, yaitu:
asas
kedekatan, pembelajaran dimulai dari yang dekat dan dapat dijangkau oleh anak, asas faktual, pembelajaran hendaknya
menapak pada hal-hal yang faktual (konkrit) mengarah pada konseptual (abstrak), asas holistik dan integratif,
pembelajaran hendaknya tidak memilah-milah topik pelajaran, guru harus
memikirkan segala sesuatu yang akan dipelajari anak sebagai suatu kesatuan yang
utuh dan terpadu, asas kebermaknaan,
pembelajaran hendaknya penuh makna dengan menciptakan banyak proses manipulatif
sambil bermain.
Model pembelajaran terpadu tidak hanya
cocok untuk peserta didik usia dini, namun bisa juga digunakan untuk peserta
didik pada satuan pendidikan SMP/MTs dan SMA/MA, karena pada hakikatnya model
pembelajaran ini merupakan suatu pendekatan pembelajaran yang memungkinkan
peserta didik baik secara individual maupun kelompok aktif mencari, menggali,
dan menemukan konsep serta prinsip secara holistik dan otentik (Depdikbud:
1996:3).
Beberapa alasan pembelajaran terpadu
cocok digunakan di tingkat SD sebagai berikut.
§ Pendidikan
di SD harus memperhatikan perkembangan intelektual anak. Sesuai dengan taraf
perkembangannya, anak SD melihat dunia sekitarnya secara menyeluruh, mereka
belum dapat memisah-misahkan bahan kajian yang satu dengan yang lain.
§ Di
samping memperhatikan perkembangan intelektual anak, guru juga haru mengurangi
dampak dari fenomena ini di antaranya anak tidak mampu melihat dan memecahkan
masalah dari berbagai sisi, karena ia terbiasa berfikir secara fragmentasi,
anak dikhawatirkan tidak memiliki cakrawala pandang yang luas dan integratif.
Cakrawala pandang yang luas diperlukan dalam memecahkan permasalahan yang akan
mereka hadapi nanti di masyarakat. Jadi merupakan bekal hidup yang sehat dalam
memandang manusia secara utuh.
§ Integrated atau
terpadu bisa mengacu pada integrated curricula (kurikulum terpadu) atau
integrated approach (pendekatan terpadu) atau integrated learning
(pembelajaran). Pada pelaksanaannya istilah kurikulum terpadu atau
pembelajaran terpadu atau pendekatan terpadu dapat dipertukarkan, seperti
dikatakan oleh pakar pendidikan dan guru besar Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan (FKIP) Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo Prof. Dr. Sri Anitah
Wiryawan, M.Pd.(Pikiran Rakyat, 11 April 2003) “kurikulum terpadu adalah suatu
pendekatan untuk mengorganisasikan kurikulum dengan cara menghapus garis batas
mata pelajaran yang terpisah-pisah, sedangkan pembelajaran terpadu merupakan
metode pengorganisasian pembelajaran yang menggunakan beberapa bidang mata
pelajaran yang sesuai. Istilah kurikulum terpadu dengan pembelajaran terpadu
dalam penggunaannya dapat saling dipertukarkan.
§ Pembelajaran
terpadu merupakan suatu aplikasi salah satu startegi pembelajaran berdasarkan
pendekatan kurikulum terpadu yang bertujuan untuk menciptakan atau membuat
proses pembelajaran secara relevan dan bermakna bagi anak (Atkinson, 1989:9 dalam
Ahmad). Selanjutnya dijelaskan bahwa dalam pembelajaran terpadu didasarkan pada
pendekatan inquiry, yaitu melibatkan siswa mulai dari merencanakan,
mengeksplorasi, dan brain storming dari siswa. Dengan pendekatan terpadu siswa
didorong untuk berani bekerja secara kelompok dan belajar dari hasil
pengalamannya sendiri. Collins dan Dixon (1991:6 dalam Ahmad) menyatakan
tentang pembelajaran terpadu sebagai berikut: integrated learning occurs when
an authentic event or exploration of a topic in the driving force in the
curriculum. Selanjutnya dijelaskan bahwa dalam pelaksanaannya anak dapat diajak
berpartisipasi aktif dalam mengeksplorasi topik atau kejadian, siswa belajar
proses dan isi (materi) lebih dari satu bidang studi pada waktu yang sama.
§ Pembelajaran
terpadu sangat memperhatikan kebutuhan anak sesuai dengan perkembangannya yang
holistik dengan melibatkan secara aktif dalam proses pembelajaran baik fisik
maupun emosionalnya. Untuk itu aktivitas yang diberikan meliputi aktif mencari,
menggali, dan menemukan konsep serta prinsip keilmuan yang holistik, bermakna,
dan otentik sehingga siswa dapat menerapkan perolehan belajar untuk memecahkan
masalah-masalah yang nyata di dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini sesuai
dengan program DAP yang dikemukakan Bredekamp (1992:7) dalam Ahmad, pada
proses pembelajaran hendaknya menyediakan berbagai aktivitas dan bahan-bahan
yang kaya serta menawarkan pilihan bagi siswa sehingga siswa dapat memilihnya
untuk kegiatan kelompok kecil maupun mandiri dan memberikan kesempatan bagi
siswa untuk berinisiatif sendiri, melakukan keterampilan atas prakarsa sendiri
sebagai aktivitas yang dipilihnya. Pembelajaran terpadu juga menekankan
integrasi berbagai aktivitas untuk mengeksplorasi objek, topik, atau tema yang
merupakan kejadian-kejadian, fakta, dan peristiwa yang otentik. Pelaksanaan
pembelajaran terpadu pada dasarnya agar kurikulum itu bermakna bagi anak. Hal
ini dimaksudkan agar bahan ajar tidak digunakan secara terpisah-pisah, tetapi
merupakan suatu kesatuan bahan yang utuh dan cara belajar yang sesuai dengan
kebutuhan perkembangan siswa.
2.7
Penerapan Pembelajaran Terpadu
Dalam praktik, setiap
tema yang disajikan akan memerlukan durasi kurang lebih tiga sampai enam pekan,
bergantung pada materi yang ada pada setiap caturwulan dan keterpaduan dari
tema. Berikut adalah gambaran sebuah kelas yang sedang melakukan pembelajaran
dengan tema Pasar.
Pak Beni adalah guru
kelas tiga SD. Dia bersama tiga guru paralel lainnya mempersiapkan pembelajaran
yang bertema Pasar dalam durasi waktu empat pekan. Keempat guru kelas tiga itu
telah membagi tugas masing-masing dalam menyiapkan bahan, alat, dan materi
pelajaran.
Pak Karim akan menyiapkan
segala keperluan belajar untuk mata pelajaran Matematika. Pada mata pelajaran
ini, materi pelajaran yang akan dibahas adalah uang serta penjumlahan dan
pengurangan bilangan bulat. Bu Nani akan menyiapkan segala perangkat
pembelajaran untuk topik makanan sehat dalam mata pelajaran Ilmu Pengetahuan
Alam (IPA). Bu Marni menyiapkan segala hal untuk mata pelajaran Bahasa
Indone-sia dengan topik menulis kreatif. Pak Beni sendiri menyiapkan untuk mata
pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) dengan topik kelurahan dan mata
pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) pada topik tenggang
rasa.
Awal belajar yang
bertema pasar ini, seluruh kelas telah mengadakan survei. Survei dilakukan
dengan cara siswa mengamati pasar yang dikunjunginya saat liburan dengan
membuat chek-list pada lembar pengamatan yang disiapkan guru. Dalam pengamatan
ini, anak melakukannya saat menemani orangtua mereka berbelanja di pasar.
Selain pengamatan, siswa kelas tiga juga mengundang tukang siomay yang biasa
mangkal di jalan masuk menuju sekolah. Mereka bergiliran mengajukan pertanyaan,
seperti: Kapan mulai berjualan? Mengapa jualan siomay dan bukan yang lain?
Mengapa menjadi penjual dan bukan menjadi pegawai? Berapa untung setiap
hari? Apa rencana masa depannya? Apaobsesinya? Milih partai apa kalau pemilu?
Hasil akhir dari
pembelajaran ini nantinya adalah aktivitas sebuah pasar tradisional yang
rencananya akan "dibangun" di sepanjang koridor sekolah mereka,
kolaborasi keempat kelas paralel tersebut. Seluruh siswa akan berprofesi
sebagai pedagang berbagai macam makanan dan kebutuhan lainnya, sedangkan para
pembelinya adalah semua komunitas sekolah, siswa tingkat kelas lain, guru,
karyawan sekolah, dan para orangtua murid yang secara khusus mereka undang.
Untuk melaksanakan tema
pembelajaran itu, setiap anak bekerja dalam kelompok. Masing-masing kelompok
menentukan sendiri apa jualan yang akan mereka gelar dan berapa kira-kira
untung yang akan mereka ambil dari dagangannya. Mereka menyiapkan sendiri
di saat-saat pelajaran dengan arahan guru.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pembelajaran terpadu sebagai suatu
proses mempunyai beberapa ciri yaitu : berpusat pada anak (student centered),
proses pembelajaran mengutamakan pemberian pengalaman langsung, serta pemisahan
antar bidang studi tidak terlihat jelas. Disamping itu pembelajaran terpadu
menyajikan konsep dari berbagai bidang studi dalam satu proses pembelajaran.
Kecuali mempunyai sifat luwes, pembelajaran terpadu juga memberikan hasil yang
dapat berkembang sesuai dengan minat dan kebutuhan anak.
Salah satu keterbatasan yang menonjol
dari pembelajaran terpadu adalah pada faktor evaluasi. Pembelajaran terpadu
menuntut diadakannya evaluasi tidak hanya pada produk, tetapi juga pada proses.
Evaluasi pembelajaran terpadu tidak hanya berorientasi pada dampak
instruksional dari proses pembelajaran, tetapi juga pada proses dampak
pengiring dari proses pembelajaran tersebut. Dengan demikian pembelajaran
terpadu menuntut adanya teknik evaluasi yang banyak ragamnya.
Jadi, pembelajaran terpadu merupakan
suatu sistem pembelajaran yang memungkinkan siswa, baik secara individual
maupun kelompok, aktif mencari, menggali dan mengemukakan konsep serta prinsip
keilmuan secara holistik, bermakna, dan otentik.
3.2 Saran
Masalah pembelajaran yang dihadapi para
pendidik saat ini semakin kompleks. Untuk itu para pendidik khususnya para guru
di SD diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilannya dalam
menciptakan dan mengembangkan model-model pembelajaran, agar dapat menunjang
terciptanya proses belajar mengajar di kelas yang lebih bermakna dan
menyenangkan bagi peserta didik.
DAFTAR PUSTAKA
Annarino, Anthony. 1992. A
Curicullum : Theory and Design In Physical Education. London. The CV.
Mosby Company.
Beane, J.A. 1995. Connecting
Mathematics Across The Curicullum. Virginia.
National Council of Teachers of
Mathematic Inc.
Bucher, C.A. 1960. Foundation
of Physical Education. St. Louis. C.V. Mosby Company.
Indrawati. 2009. Model Pembelajaran
Terpadu Di Sekolah Dasar. Jakarta: Pusat
Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik
dan Tenaga Kependidikan Ilmu Pengetahuan Alam (PPPPTK IPA).
http://anwarholil.blogspot.com/2008/04/pengertian-pembelajaran-terpadu.html
http://rbaryans.wordpress.com/2007/04/19/mengapa-memilih-pembelajaran-terpadu/
http://www.p4tkipa.org/data/pembelajaranterpadu.pdf
http://xpresiriau.com/artikel-tulisan-pendidikan/prinsip-prinsip-pembelajaran-terpadu/
Tim Pengembang PGSD.
1996. Pembelajaran Terpadu D-II PGSD dan S-2
Pendidikan Dasar. Jakarta: Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar