PEMBAHASAN
A.Pengertian Mahabbah
dan Ma’rifat
1.Pengertian Mahabbah
Mahabbah secarabahasa berasal dari kata احب-يحب-محبةyang berarti mencintai secara mendalam, kecintaan atau cinta secara
mendalam.
Adapun pengertian mahabbah secara istilah dari segi tasawuf menurut
al-Qushairi adalah:
المحبة حالة شرىفة شهدا لحق سبحانه بها للعبد فالحق سبحانه يوصف بانه يحب
العبد والعبد يوصف بانه يحب الحق سبحانه
al-Mahabbah merupakan
keadaan jiwa yang muliayang bentuknya adalah disaksikannya (kemutlakan) Allah
SWT. Oleh hamba,selanjutnya yang dicintainya itu juga menyatakan cinta kepada
yang dikasihi-Nya dan yang seorang hamba mencintai Allah SWT.
Mahabbah dapat pula berarti suatu usaha sungguh-sungguh dari seseorang untuk
mencapai tingkat rohaniah tertinggi dengan tercapainya gambaran yang
mutlak,yaitu cinta kepada Tuhan.
Menurut Harun Nasution Mahabbah adalah:
1.Memeluk kepatuhan kepada Tuhan dan
membenci sikap yang melawan kepada-Nya.
2.Menyerahkan seluruh diri kepada yang
dikasihi.
3.mengosongkan hati dari segala-galanya
kecuali dari yang dikasihi,yaitu Tuhan.[1]
Menurut Al-Muhasibi Mahabbah adalah karunia Ilahi yang benihnya ditanamkan
oleh Allah dalam hati hambanya.Mahabbah ini merupakan jalan untuk membuka
rahasia-rahasia yang wujud.[2]
Dengan uraian tersebut kita mendapat pemahaman bahwa Mahabbah adalah
suatu keadaan jiwa yang mencintai Tuhan sepenuh hati,sehingga sifat-sifat yang
dicintai(Tuhan)masuk kedalam diri yang dicintai.
2.Pengertian Ma’rifat
Ma’rifat secara bahasa berasal dari kata عرف-يعرف-عرفا yang
artinya pengetahuan atau pengalaman.
Ma’rifat juga diartikan sebagai pengetahuan mengenai Tuhan melalui hati
sanubari. Pengetahuan itu demikian lengkap dan jelas sehingga jiwanya merasa
satu dengan yang diketahuinya itu,yaitu Tuhan.
Beberapa sufi menjelaskan Ma’rifat sebagai berikut:
1.kalau mata yang terdapat dalam hati
sanubari manusia terbuka, kepalanya akan tertutup,dan ketika itu yang
dilihatnya adalah Allah.
2.Ma’rifat adalah cermin. Kalau seorang
‘arif melihat cermin itu,yang dilihatnya hanyalah Allah.
3.Yang dilihat orang ‘arif baik
sewaktu tidur maupun terjaga hanyalah Allah.
4.Sekiranya Ma’rifat mengambil bentuk
materi,semua orang yang melihat padanya akan mati karna tak tahan melihat
kecantikan serta keindahannya,dan semua keindahan yang gilang gemilang.[3]
Ma’rifat menurut al-Ghazali yaitu:
1.Ma’rifat adalah mengetahui
rahasia-rahasia Allah dan aturan-aturan-Nya yang melingkupi segala yang ada.
2.Seorang yang telah sampai pada Ma’rifat
berada dekat dengan Allah,bahkan ia dapat memandang wajah-Nya.
3.Ma’rifat datang sebelum Mahabbah.[4]
B.Tujuan Mahabbah dan
Ma’rifat
Tujuan
Mahabbah yaitu untuk memperoleh kebutuhan, baik yang bersifat material maupun
spiritual untuk mencapai tingkat rohaniah tertinggi dengan tercapainya gambaran
yang mutlak, yaitu cinta kepada Tuhan,untuk memperoleh kesenangan bathiniahyang
sulit dilukiskan dengan kata-kata,tetapi hanya dapat dirasakan oleh jiwa.[5]
Sedangkan tujuan yang ingin dicapai dalam makrifat adalah mengetahui
rahasia-rahasia yang terdapat dalam diri Tuhan.
C.Kedudukan Mahabbah dan
Makrifat
Ada yang
berpendapat bahwa istilah Mahabbah selalu berdampingan dengan Ma’rifat,baik
dalam kedudukannya maupun pengertiannya.Kalau Ma’rifat adalah merupakan tingkat
pengetahuan kepada Tuhan melalui mata hati(al-qalb),maka Mahabbah adalah
perasaan kedekatan dengan Tuhan melalui cinta(roh).[6] .
Smentara al-Ghozali dalam kitabnya ihya ulumiddin memandang makrifat datang
sebelum mahabbah.Sedangkan al-Kalabasi menjelaskan bahwa makrifat datang
sesudah mahabbah.Selanjutnya ada yang mengatakan bahwa makrifat dan mahabbah
merupakan kembar dua yang selalu disebutkan bebarengan. Keduanya menggambarkan
keadaan dekatnya hubungan seorang sufi dengan Tuhan.Dengan kata lain mahabbah
dan makrifat menggambarkan dua aspek rapat yang ada antara seorang sufi dengan
Tuhan.
Dalam literature-literatur tasawuf,tidak ada kesepakatan tentang mahabbah
apakah termasuk hal atau maqam. Dalam hal ini,kalau kita perhatikan kembali
syair-syair dan pernyataan Rabi’ah serta pendapat-pendapat sufi,dapat dipahami
bahwa Mahabbah adalah hal.Sebagaimana halnya dengan mahabbah, makrifat ini
dianggap sebagai hal.[7]
D.Paham Mahabbah dan Ma’rifat
1.Paham Mahabbah
Paham mahabbah diperkenalkan oleh sufi perempuan yaitu, Rabiah al-Adawiyah.
Beliau adalah zahid perempuan yang amat besar dari Bashrah, di Irak.Ia hidup
antara tahun 713-801 H.Tuhan baginya dzat yang dicintai hingga meluaplah dalam
hatinya rasa cinta yang mendalam kepada-Nya.
Selain Rabiah al-adawiayah ada beberapa tokoh sufi yang menerangkan tentang
mahabbah dan diantaranya adalah Al-Qushairi,beliau memberikan lebih dari 80
definisi.Ia tidak memberikan definisi secara pasti atau jelas. Ia mengatakan
Mahabbah adalah kondisi keadaan jiwa yang mulia(halal asy-syarifah). Sementara
Ath-Thusi membagi Mahabbah menjadi 3 tingkatan. Pertama, Mahabbah
al-ammah,yaitu Mahabbah yang timbul dari belas kasih dan kebaikan Allah kepada
hambanya. Kedua, hub ash-shadiqin wa al-muttaqiqin,yaitu Mahabbah yang timbul
dari pandangan hati sanubari terhadap kebesaran,keagungan,kemahakuasaan,ilmu
dan kekayaan Allah. Ketiga Mahabbah as-shiddiqin wa al arifin, yaitu Mahabbah
yang timbul dari penglihatan dan ma’rifat mereka terhadap qadimnya kecintaan
Allah yang tanpa ‘illat. Demikian pula mereka mencintai Tuhan tanpa ‘illat.[8]
Dilihat dari segi tingkatannya,mahabbah dikemukakan al-shirraj,dikutip dari
Harun Nasution,ada 3 macam yaitu Mahabbah orang biasa,Mahabbah orang shiddiq
dan Mahabbah orang yang arif. Mahabbah orang biasa mengambil bentuk selalu
mengingat Allah dengan zikir, menyebut nama-nama Allah dan memperoleh
kesenangan dalam berdialog dengan Tuhan. Selanjutnya Mahabbah orang shiddiq
adalah cinta yang kenal pada Tuhan,pada kebesaran-Nya,pada kekuasaan-Nya,pada
ilmunya dan lain-lain. Sedangkan cinta orang yang arif adalah cinta yang tahu
berul pada Tuhan.
Ketiga tingkat Mahabbah tersebut tampak menunjukkan suatu proses
mencintai,yaitu mulai dari mengenal sifat-sifat Tuhan dengan menyebut-Nya
melalui zikir,dilanjutkan dengan leburnya diri(fana) pada sifat-sifat Tuhan
itu,dan tampaknya cinta yang terakhirlah yang ingin dituju oleh Mahabbah.[9]
2.Paham Ma’rifat
Tokoh yang mengembangkan paham makrifat adalah Imam Abu Hamid Muhammad
al-Ghozali yang lahir pada tahun 125 M. di Ghazaleh, di Khurazan.Beliau
mengatakan bahwa makrifat adalah tampak jelas rahasia-rahasia ke-Tuhanan dan
pengetahuan mengenai susunan urusan keTuhanan yang mencangkup segala yang ada.
Tokoh yang mengambangkan makrifat selain Imam Ghozali adalah Syaih Zun al-Misri
berasal dari Naubah, suatu negeri yang terletak di Sudan dan Mesir, beliau
wafat pada tahun 1111M.Ketika ditanya bagaimana ia memperoleh makrifat tentang
tuhan, ia menjawab,” Aku mengetahui Tuhan dan sekiranya tidak karena Tuhan aku
tak akan tahu Tuhan.”
Dzun Al-Mishri berhasil memperkenalkan corak baru tentang Ma’rifat.
Pertama,ia membedakan antara ma’rifat sufistik(Ma’rifat shufiyyah) dengan
Ma’rifat rasional(Ma’rifat Aqliyah). Yang pertama menggunakan pendekatan qalb
yang biasa digunakan para sufi,sedangkan yang kedua menggunakan pendekatan
rasio yang biasa digunakan para teolog.
Kedua,Ma’rifat sebenarnya adalah Musyahadah Qalbiyyah,(penyaksian melalui
hati),sebab ma’rifat merupakan fitrah dalam hati manusia sejak azali.
Ketiga,sesungguhnya ma’rifat yang hakiki adalah bukan ilmu tentang keesaan
Tuhan,sebagaimana yang diyakini selama ini,bukan pula ilmu-ilmu burhan dan
nazhr milik para hakim,mutakallim,dan ahli balaghah,tetapi ma’rifat terhadap
keesaan Tuhan khusus yang dimilki para wali Allah sehingga tersingkaplah
baginya apa-apa yang tidak dapat dilihat oleh selain mereka.
Keempat ma’rifat yang sebenarnya adalah bahwa Allah menyinari hati anda dengan
cahaya ma’rifat yang murni,sebagaimana halnya matahari tak dapat
dilihat,kecuali dengan cahaya matahari itu sendiri.
Dzun Nun Al-Mishri membagi pengetahuan tentang Tuhan menjadi 3 macam,yaitu
pengetahuan untuk seluruh muslim,pengetahuan khusus untuk para filosof dan
ulama,dan pengetahuan khusus untuk para wali Allah.
Selain beliau berdua paham makrifat juga dikemukakan oleh Ibn
‘Atha’illahi.Beliau membagi Ma’rifat menjadi 2 macam. Pertama ma’rifat umum,
yaitu mengenal Tuhan yang diwajibkan kepada seluruh makhluk-Nya,lalu memuji
dengan pujian yang sesuai dengan keadaan masing-masing. Kedua Ma’rifat
khusus,yaitu pengenalan yang lahir dari musyahadah yang karenanya orang ‘arif
mengenal sifat,nama,dan perbuatan Allah.
Selain dua tokoh yang mengembangkan paham mahabbah,ada beberapa tokoh sufi
yang menyatakan pendapatnya mengenai paham mahabbah, diantaranya adalah:
1) Abu Yazid Al-Busthami berkata:”Cinta
menganggap sedikit pemberian yang ia keluarkan dan menganggap banyak pemberian
kekasih walaupun sedikit.”
2) Sahal bin Abdullah berkata,”Cinta itu
merangkul ketaatan dan menentang kedurhakaan.”
3) Al-Junaid pernah ditanya tentang
cinta,lalu dijawab,”Cinta adalah masuknya sifat-sifat kekasih pada sifat-sifat
yang mencintainya.”
4) Abu Ali Ahmad ar-Rudzabari berkata,”Cinta
adalah kesetiaan.”Abu Abdullah Al-Quraisy berkata,”Hakikat cinta jika kamu
memberi,maka kamu memberikan semua yang kamu miliki kepada orang yang kamu
cintai,tanpa tersisa sedikitpun untukmu.”
5) Dalf Asy-Syibi berkata,”Disebut cinta
karena cinta menghapus hati dari ingatan semua selain yang dicintainya.”Ahmad
bin Atha’ berkata,”Cinta selalu menegur kelengahan dirinya.”[10]
4.Pandangan Al-Qur’an
dan Hadist tentang Mahabbah dan Ma’rifat
A.Pandangan Al-Qur’an dan
Hadist Tentang Mahabbah
قل ان كنتم تحبون الله فاتبعوني يحببكم الله
Jika kamu cinta kepada
Allah,maka turutlah aku dan Allah akan mencintai kamu.(QS.Ali ‘Imron,3:30).
ياءتى الله بقوم تحبهم و يحبونه
Allah akan mendatangkan
suatu umat yang dicintai-Nya dan yang mencintai-Nya.(QS,al-Maidah,5:54).
Di dalam hadist juga dinyatakan sebagai berikut:
ولا يزال عبدى يتقرب الي با انوافل حتى احبه ومن احببته كنت له سمعا وبصرا
ويدا
Hamba-Ku senantiasa mendekatkan
diri kepada-Ku dengan perbuatan-perbuatan hingga Aku cinta padanya. Orang yang
Kucintai menjadi telinga,mata,dan tangan-Ku.
Kedua ayat dan satu hadist di atas memberikan petunjuk bahwa antara manusia dan
Tuhan dapat saling mencintai. Karena alat untuk mencintai Tuhan,yaitu roh. Roh
adalah berasal dari roh Tuhan.Roh Tuhan dan roh yang ada pada diri manusia
sebagai anugrah Tuhan bersatu dan terjadilah mahabbah. Ayat dan hadist tersebut
juga menjelaskan bahwa pada saat terjadi mahabbah diri yang dicintai telah
menyatu dengan yang mencintai yang digambarkan dalam telinga,mata dan tangan
Tuhan. Dan untuk mencapai keadaan tersebut dilakukan dengan amal ibadah yang
dilakukan dengan sungguh-sungguh.[11]
B.Pandangan Al-Qur’an dan Hadist tentang
Ma’rifat
ومن لم يجعل الله له نورفماله من نور
Dan barang siapa yang
tiada diberi cahaya(petunjuk) oleh Allah tiadalah dia mempunyai cahaya sedikit
pun(QS.al-Nur,24:40)
افمن شرح الله صدره للاسلام فهو على نور من ربه
Maka apakah orang-orang
yang dibukakan Allah hatinya untuk (menerima) agama islam lalu ia mendapat
cahaya dari Tuhannya(sama dengan orang yang membantu hatinya)?(QS.al-Zumar,39:22).
اول الد ىن معرىفة الله
Pertama sekali di dalam agama adalah mengenal Allah
بنىت فى جوف ابن ادم قصرا وفى القصر صدر وفى الصدر قلبا وفى القلب فؤادا وفى
الفؤاد شغافا وفى وفى الشغافا لبا وفى لب سرا وفى السرا انا
Aku jadikan dalam rongga anak adam mahligai dan dalam
mahligai itu ada dan dalam dada itu ada hati (qolbu) namanya dan dalam hati ada
mata hati(fuada)dan di dalam mata hati itu ada penutup mata hati(saghafa) dan
di balik penutup mata hati itu ada nur/cahaya (labban) dan di dalam nur itu ada
rahasia (siri) dan didalam rahasia itu aku kata Allah.[12]
E. Perbedaan mahabah dan
marfah
1- Mahabbah
berasal dari kata ahabba, yuhibbu, mahabatan, yang secara harfiah berarti
mencintai secara mendalam.Pengertian Mahabbah adalah cinta yang luhur, suci dan
tanpa syarat kepada Allah.
2- Ma’rifah
dari segi bahasa berasal dari kata ‘arafa, ya’rifu, irfan, ma’rifat yang
artinya pengetahuan dan pengalaman. Ma’rifat adalah pengetahuan yang objeknya
bukan pada hal-hal yang bersifat zahir, tetapi lebih mendalam kepada bathin,
dengan mengetahui rahasianya.
3- Tujuan
Mahabbah adalah untuk memperoleh kebutuhan yang bersifat material maupun
spiritual, seperti cintanya seseorang yang kasmaran pada sesuatu yang
dicintainya, Sedang Ma’rifah bertujuan sebagai pengetahuan mengenai Tuhan
melalui hati sanubari.
4-
Inti ajaran mahabbah adalah merupakan sikap dari jiwa yang mengisyaratkan
ke pengabdian diri atau pengorbanan diri sendiri dengan cara mentransendenkan
ego, dan menggantinya dengan cinta.
5-
Ma’rifah tidak diperoleh melalui pemikiran dan penalaran akal, tetapi
bergantung pada kehendak dan rahmat Tuhan. Ma’rifat adalah pemberian Tuhan
kepada Sufi yang sanggup menerimanya.
6-
Pembahasan Mahabbah dan ma’rifah dapat ditemukan dalam Ayat-ayat al-Qur’an
al-Karim dan Hadits-hadits rasulullah SAW.
TOKOH
DALAM MAHABBAH
Sufi
termashur dalam mahabbah ialah Rabiah al Adawiyah (713-801) dari Basrah Irak.
Ia seorang hamba sahaya yang dibebaskan. Berikutnya ia bertekun dalam
beribadat, bertaubat, mengesampingkan duniawi dan memusatkan perhatian pada
Sang Pemilik dunia itu. Dalam doanya dia tidak meminta hal-hal material dari
Tuhan. Pada akhirnya, Tuhan baginya merupakan zat yang dicintai hingga
meluaplah dalam hatinya rasa cinta yang mendalam kepada-Nya, hingga terlontar
ucapan bersenandung.
Aku
mengabdi kepada-Mu
Bukan
karena takut neraka, dan bukan pula karena ingin ke syurga
Tetapi
aku mengabdi kepada-Mu karena cintaku pada-Mu
Tuhanku
Jika
Engkau akan menjauhkan hamba-Mu dari neraka
Jauhkanlah
dari neraka itu hamba yang menginginkannya
Jika
Engkau akan memasukan hamba-Mu ke Syurga
Masukanlah
ke Syurga hamba yang menginginkannya
Tetapi,
Jika
Engkau disembah hanya karena-Mu semata
Maka
janganlah kau sembunyikan Kecantikan-Mu yang kekal itu dari hamba-Mu ini
Tuhanku,
gemintang di langit telah gemerlap, mata telah bertiduran, pintu-pintu istana
telah dikunci, dan tiap pecinta telah menyendiri dengan yang dicintainya, dan
inilah aku berada di hadirat-Mu
Dalam
bentuk Syair, Rabiah Al Adawiyah mengatakan :
Aku
mencintai-Mu dengan dua cinta
Cinta
karena diriku dan cinta karena diri-Mu
Cinta
karena diriku
Adalah
keadaanku yang senantiasa mengingat-Mu
Dan
cinta karena diri-Mu
Adalah
keadaan-Mu mengungkapkan tabir hingga Engkau kulihat
Baik
untuk ini maupun untuk itu, pujian bukanlah bagiku.
Bagi-Mu
lah pujian untuk semuanya.
Inilah
beberapa ucapan rasa cinta Rabiah Al Adawiyah kepada Tuhan, yang begitu
memenuhi seluruh jiwanya, dia merasa bahwa dirinya adalah milik Tuhan yang
dicintainya, sehingga yang berkenaan dengan itu harus seizing-Nya. Saat yang
lain pernah pula dikatakannya bahwa : Cintaku pada Tuhan tidak meninggalkan
ruang kosong dalam diriku untuk benci kepada syaitan. Disaat lain lagi
mengatakan : Saya cinta kepada Nabi, tetapi cintaku kepada pencipta
memalingkanku dari cinta kepada Makhluk . Demikianlah gambaran maqam mahabbah
yang dilahirkan oleh seorang sufi dari rasa cintanya kepada Tuhan.
TOKOH
DALAM MAKRIFAH
Yang
dipandang sebagai bapak Makrifah ini adalah Zun Nun al-Misri (w 860 M) yang
memandang tiga tingkat Makrifat yaitu :
1) Makrifat awam , yaitu mengenal-Nya melalui
ucapan syahadat ; (Sebagai pengetahuan )
2) Makrifat alim, yaitu mengenal-Nya melalui
argumen logis ; (Sebagai pengetahuan )
3) Makrifat arif, yaitu mengenal-Nya melalui
hati; (Sebagai makrifat).
Makrifat
pertama dan kedua, merupakan pengetahuan yang bukan hakiki tentang Tuhan.
Keduanya disebut dengan ilmu dan bukan makrifah. Makrifah dalam arti ketiga
itulah yang dimaksud dengan pengetahuan hakiki tentang Tuhan. Pengetahuan ini
disebut dengan Makrifah. Makrifah terdapat pada kaum sufi karena berupaya
melatih kualitas hati, dan Makrifah tempatnya di hati bukan di kepala.
Ketika
Zun nun memperoleh tingkat makrifah, ia mengungkapkan bahwa : aku mengenal
Tuhan melalui Tuhan, dan sekiranya karena Tuhan, aku tidak akan tahu tentang
Tuhan.
Ini
menggambarkan bahwa makrifah itu
diperoleh melalui rahmat Tuhan kepada sufi yang dipandang siap, layak, pantas
untuk memperolehnya, dan bukan hasil dari pemikiran manusia.
Menurut
al Qusyairi, ada tiga alat yang digunakan manusia dalam hubungannya dengan
Tuhan. Qalbu untuk mengenal
sifat-sifat Tuhan, ruh untuk mencintai Tuhan, dan sir untuk
melihat Tuhan. Sir lebih halus dari ruh lebih halus dari qalb, dan qalb itu
tidak sama dengan hati dan jantung. Setelah qalbunya bersih, maka sir muncul
danmenerima illuminasi dari-Nya. Dia menurunkan cahaya-Nya, maka sampailah ia
pada tingkat Makrifah. Memperoleh Makrifah merupakan suatu proses yang bersifat
kontinyu. Memperoleh Makrifat yang penuh tentang Tuhan, merupakan suatu hal
yang tidak mungkin, karena semacam secangkir the yang tidak akan pernah bisa
menampung semua air yang ada di samudera, Demikian kata Junaed.
Konsep
Makrifat ini diterima oleh Al- Ghazali. Al-Ghazali lah yang membuat tasawuf
menjadi halal bagi kaum syariat, setelah kaum ulama memandangnya sebagai hal
yang menyeleweng dari Islam seperti tasawuf yang diajarkan oleh Al-Busthami
dengan konsep ijtihadnya dan al Hallaj dengan konsep hululnya. Bagi Al-Ghazali
makrifah itu berarti mengetahui rahasia Allah dan mengetahui aturan-aturan Nya
tentang segala yang ada. Ghazali menjelaskan bahwa orang arif tidak akan
mengatakan, Ya Allah atau Ya Rabb, karena memanggil tuhan dengan kata-kata
serupa itu menyatakan bahwa Tuhan ada dibelakang tabir, orang yang duduk
berhadapan dengan temannya tidak akan memanggil temannya itu.
Bagi Al-Ghazali,
Urutan Makrifah dulu kemudian Mahabbah, karena Mahabbah timbul dari Makrifah.
Dalam konteks ini Mahabbah berarti cinta seseorang kepada yang berbuat baik
kepadanya. Cinta yang timbul dari rahmat Tuhan kepada manusia yang member
manusia hidup, kesenangan dan sebagainya. Bagi Al-Ghazali makrifah dam mahabbah
inilah yang setinggi-tinggi tingkat yang dapat dicapai oleh seorang sufi.
Pengetahuan yang diperoleh dari makrifah lebih tinggi mutunya dari pengetahuan
yang diperoleh dengan akal.
Djaliel,Abd.Maman,Tasawuf Tematik,Bandung:CV
Pustaka Setia,2003.
Mahmud,Halim,Abdul,Tasawuf diDuniaislam,Bandung:Pustaka Setia,2002.
Mahmud,Halim,Abdul.At-Tasawuf Fi Al-Islam,Bandung:CV
Pustaka Setia,2002.
[1] Abdul Halim Mahmud,Tasawuf di dunia Islam,(Bandung:Pustaka
Setia,2002),hal207-209.
[2]Maman Abdul djalil,Tasawuf Tematik Membedah Tema-tema Penting,(Bandung:CV
Pustaka Setia,2003),hal 38.
[3] Abdul Halim Mahmud,Tasawuf di dunia Islam,(Bandung:Pustaka
Setia,2002),hal 219-220.
[4] Maman Abd.Djaliel,Tasawuf Tematik,(Bandung:CV Pustaka
Setia,2003),hal 43.
[5] Abdul Halim Mahmud,At-Tasawuf Fi Al-Islam,(Bandung:CV Pustaka
Setia,2002), hal 95.
[6]Abdul Halim Mahmud,Tasawuf di dunia Islam,(Bandung:Pustaka
Setia,2002),hal 221.
[7] Maman Abd.Djaliel,Tasawuf Tematik,(Bandung:CV Pustaka
Setia,2003),hal 38.
[8]Ibid.,hal 35-36.
[9]Abdul Halim Mahmud,Tasawuf di Dunia Islam,(Bandung:Pustaka
Setia,2002),hal 209-210.
[10]Maman Abd.Djaliel,Tasawuf Tematik,(Bandung:CV Pustaka
Setia:2003),hal 45-47.
[11] Abdul Halim Mahmud,Tasawuf di Dunia Islam,(Bandung:Pustaka
Setia,2002),hal 217-218.
[12] Ibid.,hal 229-230.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar