Senin, 14 September 2020

Makalah penelitian_Agama dan Keagamaan

 

BAB I

PENDAHULUAN

 

1.1  LATAR BELAKANG

Agama merupakan suatu keyakinan yang dianut oleh sekelompok masyarakat yang diyakini dapat memberikan bimbingan agar menjadi pribadi yang baik, dengan member peraturan meninggalkan semua bentuk perbuatan tercela yang dapat merugikan orang lain dan menyebabkan dosa, serta mendekati atau melakukan perbuatan terpuji yang dapat mendatangkan pahala.  Agama yang dianut tentunya berdasarkan penelitian-penelitian yang akurat untuk membenarkan paham yang dianutnya.  Penelitian agama tersebut berdasarkan beberapa metode ilmiah yang lebih konkrit.

 

 

1.2  RUMUSAN MASALAH

1.      Apa pengertian tentang Penelitian Agama Dan Keagamaan

2.      Apa pengertian tentang Kontruksi Teori Penelitian Agama

3.      Apa saja Model-Model Keagamaan

4.      Apa saja Macam-Macam Penelitian

 

1.3  TUJUAN

1.      Agar dapat memahami tentang Penelitian Agama Dan Keagamaan

2.      Dapat memahami tentang penjelasan Kontruksi Teori Penelitian Agama

3.      Dapat mengetahui macam-macam Penelitian Keagamann

 

 

 

 

 

 

 

BAB II

PEMBAHASAN

 

2.1  Pengertian Penelitian dan Penelitian Agama

Penelitian (research) adalah upaya sistematis dan objektif untuk mempelajari suatu masalah dan menemukan prinsip-prinsip umum.  Selian itu, penelitian juga berarti upaya pengumpulan informasi yang bertujuan untuk menambah pengetahuan.  Pengetahuan manusia tumbuh dan berkembang berdasarkan kajian-kajian sehingga terdapat penemuan-penemuan, sehingga ia siap merevisi pengetahuan-pengetahuan massa lalu melalui penemuan-penemuan baru.[1]

Penelitian dipandang sebagai kegiatan ilmiah karena menggunakan metode keilmuan, yakni gabungan antara pendekatan rasional dan pendekatan empiris.  Pendekatan rasional memberikan kerangka pemikiran yang koheren dan logis.  Sedangkan pendekatan empiris merupakan kerangka pengujian dalam memastikan kebenaran.[2] Metode ilmiah adalah usaha untuk mencari jawaban tentang fakta-fakta dengan menggunakan kesangsian sistematis.

Kriteria metode ilmiah menurut Moh.  Nazir adalah sebagai berikut:

1.      Berdasarkan fakta.

2.      Bebas dari prasangka.

3.      Menggunakan prinsip-prinsip analis.

4.      Menggunakan hipotesis.

5.      Menggunkan ukuran objektif.

6.      Menggunakan teknik kuantitatif.

Adapun langkah-langkah yang ditenpuh dalam metode ilmiah adalah sebagai berikut:

1.      Memilih dan mendefinisikan masalah.

2.      Survey terhadap data yang tersedia.

3.      Memformulasikan hipotesis.

4.      Membangun kerangka analisis serta alat-alat dalam menguji hipotesis.

5.      Mengumpulkan data primer.

6.      Mengolah, menganalisis, dan membuat interpretasi.

7.      Membuat generalisasi.

8.      Membuat laporan.

Agama sebagai objek penelitian sudah lama diperdebatkan.  Harun Nasution menunjukkan bahwa agama, karena merupakan whayu, tidak dapat menjadi sasaran penelitian ilmu sosia, dan kalaupun dapat dilakukan, harus menggunakan metode khusus yang berbeda dengan metode ilmu sosial.  Agama yang diturunkan dan terwujud dalam bentuk benda-benda suci atau keramat, seperti bangunan mesjid yang bernilai historis tinggi, bangunan candi Borobudur, dan bedug Sunan yang dipamerkan dalam Festival Istiqlal, misalnya, merupakan wilayah kajian antropologi dan arkeologi.  Dengan demikian, agama dalam pengertian yang kedua, menurut Harun Nasution, dapat dijadikan sebagai objek penelitian tanpa harus menggunakan metode khusus yang berbeda dengan metode yang lain.

 

2.2  Penelitian Agama dan Penelitian Keagamaan

M. Atho Mudzar (1998: 35) menginformasikan bahwa sampai sekarang, istilah penelitian agama dengan penelitian keagamaan belum diberi batas yang tegas.  Penggunaan istilah yang pertama (penelitian agama) sering juga dimaksudkan mencakup pengertian istilah yang kedua (penelitian keagamaan) dan begitu sebaliknya.  Salah satu contoh yang diungkap oleh M. Atho Mudzar adalah pernyataan A. Mukti Ali, yang ketika membuka Program Latihan Penelitian Agama (PLPA), menggunakan istilah tersebut dengan arti yang sama.

Selanjutnya, Atho Mudzar mengutip pendapat Middleton, seorang guru besar antropologi di New York University.  Beliau berpendapat bahwa penelitian agama (researh on religion) berbeda dengan penelitian keagamaan (religious research).  Penelitian agama lebih mengutamakan pada materi agama, sehingga sasarannya terletak pada tiga elemen pokok, yaitu ritus, mitos, dan magik.  Sedangkan penelitian keagamaan lebih mengutamakan pada agama sebagai sistem atau sistem keagamaan (religius system).[3]adi letak perbedaan antara penelitian agama dengan penelitian keagamaan yaitu pada objek yang diteliti.  

Jika dalam penelitian agama, contohnya tentang penelitian agama Islam objek yang diteliti antara lain adalah ilmu-ilmu dalam Islam, seperti ilmu kalam, fikih, akhlak, dan tasawuf maka dalam penelitian keagamaan Islam objek yang diteliti yaitu agamanya sebagai produk interaksi sosial. Secara keseluruhan baik penelitian agama maupun penelitian keagamaan merupakan kajian yang menjadikan agama sebagai objek penelitian.  Apabila penelitian agama berkenaan dengan pemikiran atau gagasan, maka metode-metode seperti filsafat, fisiologi adalah pilihan yang tepat. Apabila penelitian agama berkaitan dengan sikap perilaku agama, maka metode ilmu-ilmu sosial, seperti sosilogi, antropologi, dan psikologimerupakan metode yang paling tepat digunakan. Sedangkan untuk penelitian yang berkenaan dengan benda-benda keagamaan, metode arkeologi atau metode-metode ilmu natural yang relevan tepat digunakan.[4]

Berdasarkan saran tersebut, maka metode penelitian yang akan kita gunakan dalam satu kegiatan penelitian tidak harus membangun metode baru, tetapi cukup meminjam, melanjutkan, atau mengembangkan metodologi yang sudah dibangun oleh para ahli sebelumnya.  Hal ini sesuai dengan yang telah kita singgung pada pembahasan di atas.

 

2.3  Model-Model Penelitian Keagamaan

Adapun model penelitian yang dibahas di sini disesuaikan dengan perbedaan antara penelitian agama dan penelitian hidup keagamaan.  Model-model dalam penelitian agama tersebut, antara lain:

 

1.      Analisis Sejarah

Sosiologi tidak memusatkan perhatiannya pada bentuk peradaban pada tahap permulaan pada waktu tertentu (etnografi), tetapi menerangkan realitas masa kini, realitas yang berhubungan erat dengan kita, yang memengaruhi gagasan dan perilaku kita.  Supaya kita mengerti persoalan manusia  sekarang, kita harus mempelajari sejarah masa silam.  Dalam hal ini, sejarah hanya sebagai metode analisis atas dasar pemikiran bahwa sejarah dapat menyajikan gambaran tentang unsur-unsur yang mendukung timbulnya suatu lembaga.  Pendekatan sejarah bertujuan untuk menemukan inti karakter agama dengan meneliti sumber klasik sebelum dicampuri yang lain. Dalam menggunakan kata historis, sejarawan cenderung menyajikan detail dari situasi sejarah dan eksplanasi tentang sebab akibat dari suatu kejadian.  Sedangkan sosiolog lebih tertarik pada persoalan apakah situasi sosial tertentu diikuti oleh situasi sosial yang lain.  Sosiolog mencari pola hubungan antara kejadian sosial dan karakteristik agama.

Berikut beberapa pakar yang telah menggunakan analisi historis.

a)      Talcott Parson dan Bellah ketika ia menjelaskan evolusi agama.

b)      Berger dalam uraiannya tentang memudarnya agama dalam masyarakat modern.

c)      Max Weber ketika ia menjelaskan sumbangan teologi Protestan terhadap lahirnya kapitalisme.

 

2.      MAnalisis Lintas Budaya

Dengan membandingkan pola-pola sosial keagamaan di beberapa daerah kebudayaan, sosiolog dapat memperoleh gambaran tentang korelasi unsur budaya tertentu atau kondisi sosiokultural secara umum.  Weber mencoba membuktikan teorinya tentang relasi antara etika Protestan debgan kebangkitan kapitalisme melalui kajian agama dan ekonomi di India dan Cina.

 

3.      Eksperimen

Penelitian yang menggunakan eksperimen agak sulit dilakukan dalam penelitian agama. Namun, dalam beberapa hal, eksperimen dapat dilakukan dalam penelitian agama, misalnya untuk mengevaluasi perbedaan hasil belajar dari beberapa model pendidikan agama.  Darley dan Batson melakukan eksperimen di sekolah seminari, dengan mengukur pengaruh cerita-cerita dalam injil terhadap perilaku siswa.

 

4.      Observasi Partisipatif

Dengan partisipasi dalam kelompok, peneliti dapat mengobservasi perilaku orang-orang dalam konteks religius.  Orang yang diobservasi boleh mengetahui bahwa dirinya sedang diobservasi atau secara diam-diam.  Di antara kelebihan penelitian ini adalah memungkinkannya pengamatan simbolik antar anggota kelompok secara mendalam. Adapun salah satu kelemahannya adalah terbatasnya data pada kemampuan observer.

5.        Riset Survei dan Analisis Statistik

Penelitian survei dilakukan dengan penyusunan kuesioner, interview dengan sampel dari suatu populasi.  Sampel dapat berupa organisasi keagamaan atau penduduk suatu kota atau desa.  Prosedur penelitian ini dinilai sangat bergunna untuk memperlihatkan korelasi dari karakteristik keagamaan tertentu dengan sikap sosial atau atribut keagamaan tertentu.

 

 

 

6.      Analisis Isi

Dengan metode ini, peneliti mencoba mencari keterangan dari tema-tema agama, baik berupa tulisan, buku-buku khotbah, doktrin, maupun deklarasi teks, dan yang lainnya. Umpamanya sikap kelompok keagamaan dianalisis dari substansi ajaran kelompok tersebut.[5]

 

2.4  Pengertian "Konstruksi Teori" Penelitian Agama

Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, W.J.S. Poerwadarminta mengartikan konstruksi adalah cara membuat (menyusun) bangunan-ba-ngunan (jembatan dan sebagainya); dan dapat pula berarti susunan dan hubungan kata di kalimat atau di kelompok kata.[6]Sedangkan teori berarti pendapat yang dikemukakan sebagai suatu keterangan mengenai suatu pe-ristiwa (kejadian); dan berarti pula asas-asas dan hukum-hukum umum yang menjadi dasar suatu kesenian atau ilmu pengetahuan. Selain itu, teori dapat pula berarti pendapat, cara-cara, dan aturan-aturan untuk melakukan sesuatu ?

Selanjutnya, dalam ilmu penelitian teori-teori itu pada hakikatnya merupakan pernyataan mengenai sebab akibat atau mengenai adanya suatu hubungan positif antara gejala yang diteliti dari satu atau beberapa faktor tertentu dalam masyarakat, misalnya kita ingin meneliti gejala bunuh diri. Kita sudah mengetahui tentang teori integrasi atau kohesi sosial dari Emile Durkheim (seorang ahli sosiologi Perancis kenamaan),[7] yang mengatakan adanya hubungan positif antara lemah dan kuatnya integrasi sosial dan gejala bunuh diri. Durkheim mulai dengan pengamatan statistis bahwa angka bunuh diri antara orangKatolik lebih rendah daripada orang Protestan. Dalam penelitian selanjutnya, ia menarik kesimpulan bahwa faktor utama yang menentukan dalam gejala ini adalah integrasi sosial. Perumusan analisis teoretisnya dapat diutarakan sebagai berikut: Integrasi atau kohesi sosial dapat memberi dukungan batin kepada para anggota kelompok yang meng-alami berbagai kegelisahan dan tekanan jiwa yang hebat. Angka bunuh diri adalah fungsi dari kegelisahan dan tekanan jiwa yang terus-menerus dialami orang-orang tertentu. Selanjutnya, dikatakan bahwa orang Katolik mempu-nyai kohesi sosial yang lebih kuat daripada orang Protestan, karena itu dapat diharapkan bahwa angka bunuh diri pada orang Katolik akan lebih rendah daripada orang Protestan.[8]

Dari pengertian-pengertian tersebut, kita dapat memperoleh suatu kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan "konstruksi teori" adalah susunan atau bangunan dari suatu pendapat, asas-asas atau hukum-hukum mengenai sesuatu yang antara satu dan lainnya saling berkaitan, sehingga membentuk suatu bangunan.

Adapun penelitian berasal dari kata teliti yang artinya cermat, saksama, pemeriksaan yang dilakukan secara saksama dan teliti, dan dapat pula berarti penyelidikan.[9] Selanjutnya, penelitian (research) yang dilahirkan oleh dunia ilmu pengetahuan mengandung implikasi-implikasi yang bersifat ilmiah, oleh karena hal tersebut merupakan proses penyelidikan yang berjalan sesuai dengan ketetapan-ketetapan dalam ilmu pengetahuan tentang penelitian atau yang selanjutnya disebut methodology of research. Tujuan pokok dari kegi-atan penelitian ini adalah mencari kebenaran-kebenaran objektif yang disimpulkanmelaluidata-datayangterkumpul.Kebenaran-kebenaran objektif yang diperoleh tersebut kemudian digunakan sebagai dasar atau landasan untuk pembaruan, perkembangan atau perbaikan dalam masalah-masalah icoretis dan praktis bidang-bidang pengetahuan yang bersangkutan.[10]

Dengan demikian, penelitian mengandung arti upaya menemukan ja-waban atas sejumlah masalah berdasarkan data-data yang terkumpul. Pene­litian menuntut kepada pelaku-pelakunya agar proses penelitian yang dilaku­kan itu bersifat ilmiah, yaitu hams sistematis, terkontrol, bersifat empiris (bukan spekulatif), dan harus kritis dalam penganalisisan data-datanya se-hubungan dengan dalil-dalil hipotesis yang menjadi pendorong mengapa penelitian itu dilakukan.

Dengan demikian, penelitian dapat dirumuskan sebagai penerapan pendekatan ilmiah pada pengkajian suatu masalah. Ini adalah cara untuk memperoleh informasi yang berguna dan dapat dipertanggungjawabkan. Tujuannya adalah untuk menemukan jawaban terhadap persoalan yang berarti melalui penerapan prosedur-prosedur ilmiah. Suatu penyelidikan harus melibatkan pendekatan ilmiah agar dapat digolongkan sebagai penelitian.[11]

Berikutnya, sampailah kita kepada pengertian agama. Telah banyak ahli-ahli ilmu pengetahuan seperti antropologi, psikologi, sosiologi, dan Iain-lain yang mencoba mendefinisikan agama, tetapi banyak pula hasilnya yang tidak memuaskan, karena tidak dapat diperoleh definisi yang seragam. R.R. Marett salah seorang ahli antropologi Inggris, mengatakan bahwa agama adalah yang paling sulit dari semua perkataan untuk didefinisikan karena agama menyangkut lebih daripada hanya pikiran, yaitu perasaan dan kemauan juga, dan dapat memanifestasikan dirinya menurut segi-segi emosionalnya walaupun idenya kabur.

Namun demikian, mendefinisikan "agama" dapat juga dilakukan, meskipun sangat minimal, sebagaimana yang telah diberikan E.B.Taylor, yaitu bahwa agama adalah kepercayaan terhadap kekuatan gaib.

Definisi agama dengan agak lebih lengkap dikemukakan J.G. Frazer. Menurutnya, agama adalah suatu ketundukan atau penyerahan diri kepada kekuatan yang lebih tinggi daripada manusia yang dipercaya mengatur dan mengendalikan jalannya alam dan kehidupan manusia. Lebih lanjut Frazer mengatakan bahwa agama terdiri dari dua elemen, yakni yang bersifat teoretis dan yang bersifat praktis. Yang bersifat teoretis berupa kepercayaan kepada kekuatan-kekuatan yang lebih tinggi daripada manusia, sedangkan yang ber­sifat praktis ialah usaha manusia untuk tunduk kepada kekuatan-kekuatan tersebut serta usaha menggembirakannya.[12]

Harun Nasution, Guru Besar Filsafat dan Teologi Islam, berdasarkan analisisnya terhadap berbagai kata yang berkaitan dengan agama yaitu al-din, religi dan kata agama itu sendiri sampai pada kesimpulan bahwa intisari yang terkandung dalam istilah-istilah di atas ialah ikatan. Agama mengandung arti ikatan-ikatan yang harus dipegang dan dipatuhi manusia. Ikatan ini mempunyai pengaruh yang besar sekali terhadap kehidupan manusia sehari-hari. Ikatan ini berasal dari suatu kekuatan yang lebih tinggi daripada manusia.[13]

Berdasarkan rumusan tersebut, Harun Nasution menyebutkan delapan macam definisi agama. Dua di antaranya: 1) Agama berarti pengakuan terha­dap adanya hubungan manusia dengan kekuatan gaib yang harus dipatuhi; 2) Mengikatkan diri pada suatu bentuk hidup yang mengandung pengakuan pada suatu sumber yang berada di luar diri manusia dan yang mempengaruhi perbuatan-perbuatan manusia.

Dari definisi-definisi tersebut, Harun Nasution selanjutnya menyebut­kan adanya empat unsur penting yang terdapat dalam agama, yaitu: l)Unsur kekuatan gaib yang dapat mengambil bentuk dewa, Tuhan, dan sebagainya; 2)Unsur keyakinan manusia bahwa kesejahteraannya di dunia ini dan hidup-nya di akhirat nanti amat bergantung kepada adanya hubungan baik dengan kekuatan gaib yang dimaksud; 3)Unsur respons yang bersifat emosional dari manusia yang dapat mengambil bentuk perasaan takut, cinta, dan sebagainya; dan 4)Unsur paham adanya yang kudus {sacred) dan suci yang dapat meng­ambil bentuk kekuatan gaib, kitab yang mengandung ajaran-ajaran agama yang bersangkutan, dan dalam bentuk tempat-tempat tertentu.[14]

Jika kaum antropolog, sosiolog, dan sebagainya mendefinisikan agama demikian sulit dan bermasalah, tidak demikian halnya bagi orang-orang yang memeluk agama samawi. Bagi pemeluk agama samawi, agama memiliki kriteria yang jelas karena telah disebutkan dalam kitab-kitab sucinya dan agama bukan ciptaan manusia, melainkan berasal dari Tuhan, sehingga asal-usulnyapun tidak bersumber pada kondisi dan situasi alam sekitar atau masyarakat. Bertolak dari ciri-ciri tersebut di atas, kaum agamawan mendefinisikan agama sebagai berikut:

"Suatu peraturan Tuhan yang mendorong jiwa seseorang yang mempunyai akal untuk memegang peraturan Tuhan itu atas pilihannya sendiri untuk mencapai kebaikan hidup dan kebahagiaan kelak di akhirat."

Dengan demikian, agama samawi memiliki ciri-ciri antara lain: 1) Berasal dari Tuhan. Karena Tuhan Mahabenar, agama pun mutlak benar; 2)Diperuntukkan bagi orang-orang yang berakal; 3)Dianut berdasarkan pilih an dan kemauannya sendiri; dan 4)Menawarkan kebaikan hidup di dunia dan kebahagiaan hidup di akhirat.

Selanjutnya, timbul pertanyaan apakah agama dapat diteliti? Jawabnya adalah bahwa untuk agama hasil budaya manusia (agama ardi) penelitian dapat dilakukan sepenuhnya, baik terhadap ajaran dan doktrin-doktrinnya maupun terhadap bentuk pengamalannya. Sedangkan untuk agama samawi jawabannya adalah ada bagian- bagian yang dapat dijadikan sasaran garapan penelitian, yaitu bagian isi dari bentuk pengamalan agama, dan ada pula bagian-bagian yang kepadanya tidak dapat dilakukan penelitian, yaitu bagian dari isi agama.

Berkaitan dengan permasalahan tersebut, H.M.Arifin mengatakan bahwa agama sebagai elemen yang sangat penting dalam kehidupan umat manusia sejak zaman prasejarah sampai zaman modern sekarang ini dapat dilihat dari dua segi, yakni dari segi bentuk dan isinya. Jika kita lihat dari segi bentuknya, agama dapat dipandang sebagai kebudayaan batin manusia yang mengandung potensi psikologis yang mempengaruhi jalan hidup manusia. Sedangkan bila dilihat dari segi isinya, agama adalah ajaran atau wahyu Tuhan yang dengan sendirinya tak dapat dikategorikan sebagai kebudayaan. Segi kedua ini hanya berlaku bagi agama-agama samawi (wahyu), sedangkan bagi agama-agama yang sumbernya bukan wahyu, dapat dipandang baik bentuk maupun isinya adalah kebudayaan." Dengan demikian, yang dapat diteliti untuk agama samawi adalah hanya bagian atau segi bentuknya yang dipan­dang sebagai kebudayaan batin manusia. Sedangkan bagian kedua yang merupakan segi isinya yang merupakari wahyu tidak termasuk garapan penelitian.

Berdasarkan pendapat tersebut, kegiatan penelitian terhadap agama budaya dapat dilakukan baik terhadap isinya maupun bentuknya. Sedang­kan penelitian terhadap agama samawi hanya dapat dilakukan terhadap bentuk   atau praktik yang tampak dalam kehidupan sosial, dan bukan terrhadap isinya. Isi agama samawi sebagaimana terdapat di dalam Alquran dan hadis mutawatir atau hadis sahih tidak perlu dipersoalkan lagi karena sudah diyakini kebenarannya. Kita tidak perlu mempersoalkan, meneliti atau meragukan kebenaran isi Alquran dan hadis mutawatir. Ajaran yang terdapat di dalam Alquran, baik yang berkenaan dengan akidah, ibadah, akhlak, maupun kehidupan akhirat, dan lain sebagainya adalah hukum yang pasti benar. Kita tidak akan menambah atau mengurangi rukun iman atau rukun Islam dan lainnya yang ada di dalam kitab suci. Semua itu isi ajaran agama samawi yang tidak perlu diteliti lagi. Karena merupakan hukum Tuhan yang mutlak benar. Yang kita teliti adalah bentuk pengamalan dari ajaran agama tersebut, atau agama yang nampak dalam perilaku penganutnya. Kita, misalnya, dapat meneliti tingkat keimanan dan ketakwaan yang dianut masyarakat. Kita dapat meneliti apakah ajaran zakat, puasa, dan haji misalnya, sudah dilaksanakan sesuai ketentuan Allah dan Rasul-Nya. Selanjutnya, kita juga dapat meneliti seberapa jauh tingkat kepedulian umat Islam terhadap penanganan masalah-masalah sosial sebagai panggilan ajaran agamanya. Kita juga dapat meneliti cara-cara yang ditempuh umat Islam dalam melaksanakan dakwah Islamiyah, pendidikan Islam, cara mengajarkan ajaran Islam, pemahaman umat Islam terhadap ajaran agama serta penghayatan dan pengamalannya. Penelitian terhadap masalah-masalah tersebut sama sekali tidak akan mengganggu atau mengubah ajaran agama yang terdapat di dalam Alquran dan Al-Sunnah, malah sebaliknya akan mendukung upaya-upaya pelaksanaan ajaran Alquran dan Al-Sunnah tersebut dalam kenyataan sosial.

Selain itu, penelitian agama juga dapat dilakukan dalam upaya menggali ajaran-ajaran agama yang terdapat dalam kitab suci tersebut serta kemung-kinan aplikasinya sesuai dengan perkembangan zaman. Berbagai pendekatan dan teori yang berkenaan dengan pemahaman agama yang pernah dilakukan generasi terdahulu dapat diteliti secara saksama sebagai bahan perbandingan bagi generasi berikutnya, dan juga untuk dilihat situasi dan kondisi yang melatarbelakangi timbulnya paham agama demikian penelitian, serta kemungkinan penerapannya di masa sekarang. Bertolak dari hasil ini, maka dapat dilakukan upaya-upaya pemahaman agama yang lebih inovatif, kontekstual, dan seterusnya sesuai dengan tuntutan zaman. Tanpa dilakukan penelitian, maka kita tidak punya alasan kuat tentang apakah suatu paham keagamaan dapat diperbaiki atau tetap dipertahankan. Para pembaharu pe-mikiran Islam yang kehadirannya amat dibutuhkan saat ini jelas harus me-miliki kemampuan untuk melakukan penelitian agama.

Berdasarkan uraian di atas, kita dapat sampai pada suatu kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan telaah "konstruksi teori" penelitian agama adalah suatu upaya memeriksa, mempelajari, meramalkan, dan memahami secara saksama susunan atau bangunan dasar-dasar atau hukum-hukum dan ketentuan lainnya yang diperlukan untuk melakukan penelitian terhadap bentuk pelaksanaan ajaran agama sebagai dasar pertimbangan untuk mengembangkan pemahaman ajaran agama sesuai tuntutan zaman. Bagai-mana bentuk konstruksi teori penelitian agama itu, dapat dikaji lebih lanjut dalam uraian yang terdapat pada bagian berikut ini. Namun sebelum sampai pada kajian terhadap masalah tersebut, terlebih dahulu akan dikemukakan macam-macam penelitian. Sederhananya, yang dimaksud dengan penelitian agama adalah pendekatan ilmiah yang diterapkan untuk menyelidiki masalah-masalah agama. Upaya ini dilakukan untuk mendapatkan informasi yang berguna dan dapat dipertanggungjawabkan mengenai berbagai masalah aga­ma dari segi bentuk pelaksanaannya.

 

2.5  Macam-Macam Penelitian

Seseorang yang akan menyusun konstruksi teori penelitian terlebih dahulu perlu mengetahui bentuk dari macam-macam penelitian, karena perbedaan bentuk atau macam penelitian yang dilakukan akan mempenga-ruhi bentuk konstruksi teori penelitian yang dilakukan, termasuk pula pene­litian agama.

Penelitian dapat mengambil bentuk bermacam-macam tergantung dari sudut pandang mana yang akan digunakan untuk melihatnya. Dilihat dari segi hasil yang ingin dicapainya, penelitian dapat dibagi menjadi penelitian menjelajah (exploratory atau deskriptif) dan penelitian yang bersifat menerangkan (explanatory). Dalam penelitian yang bersifat menjelajah, di mana pengetahuan mengenai persoalan masih sangat kurang atau belum ada sama sekali, teori-teorinya belum ada atau belum diperlukan. Demikian pula dengan penelitian yang bersifat deskriptif. Sedangkan dalam penelitian yang bersifat menerangkan di mana sudah pasti ada teori-teori yang menjadi dasar hipotesis-hipotesis yang akan diuji, jelas memerlukan teori.[15]

Selanjutnya jika dilihat dari segi bahan-bahan atau objek yang akan diteliti, penelitian dapat dibagi menjadi penelitian kepustakaan (library research) dengan menggunakan bahan-bahan tertulis seperti manuskrip, buku, majalah, surat kabar, dan dokumen lainnya; dan penelitian lapangan (field research) dengan menggunakan informasi yang diperoleh dari sasaran penelitian yang selanjutnya disebut informan atau responden melalui instrumen pengumpulan data seperti angket, wawancara dan observagi.

Jika dilihat dari segi cara menganalisisnya, penelitian dapat dibagi menjadi penelitian yang bersifat kualitatif dan yang bersifat kuantitatif. Pene­litian kualitatif dilakukan terhadap objek penelitian yang bersifat sosiologis; sedangkan penelitian kuantitatif dilakukan terhadap objek penelitian yang bersifat fisik, material, dan dapat dihitung jumlahnya. Sikap keagamaan, kecerdasan, pengaruh kebudayaan, dan lain sebagainya termasuk objek penelitian yang bersifat kualitatif. Sedangkan objek penelitian yang sifatnya ingin mengetahui jumlah para lulusan, jumlah orang yang melanggar peraturan, dan sebagainya dapat dilakukan penelitian yang bersifat kuantitatif. Jika dilihat dari segi metode dasar dan rancangan penelitian yang di­gunakan, penelitian dapat dibagi menjadi penelitian yang bersifat historis, perkembangan, kasus, korelasional, kausal-komparatif, eksperimen sungguhan, eksperimen semu, dan penelitian tindakan (action research) ,[16]

Selanjutnya, Masri Singarimbun dengan bertolak dari segi metode dan rancangan yang digunakan, membagi penelitian menjadi penelitian survei, penelitian eksperimen, dan grounded research.

Dari berbagai cara melihat penelitian yang menimbulkan macam-macamnya itu, cara melihat penelitian dari segi metode dan rancangan yang digunakan itulah yang umumnya digunakan sebagai acuan, karena cara pan-dang yang disebutkan sebelumnya dinilai sudah tercakup dalam cara melihat penelitian dari segi metode dan rancangannya. Berbagai macam penelitian yang didasarkan pada segi metode dan rancangannya ini dapat dikemukakan sebagai berikut.

1)                  Penelitian Historis (Historical Research)

Tujuan penelitian historis adalah untuk membuat rekonstruksi masa lampau secara sistematis dan objektif, dengan cara mengumpulkan, meng-evaluasi, memverifikasi serta mensistematisasikan bukti-bukti untuk menegakkan fakta dan memperoleh kesimpulan yang kuat.

Penelitian ini memiliki ciri-ciri antara lain: 1) Bergantung kepada daya yang diobservasi orang lain daripada yang diobservasi oleh peneliti sendiri; 2)Harus tertib, ketat, sistematik dan tuntas, dan bukan sekadar mengkoleksi informasi-informasi yang tak layak, tak reliabel dan berat sebelah; 3)Ber-gantung pada data primer dan data sekunder. Data primer diperoieh dari sumber primer, yaitu si peneliti secara langsung melakukan observasi atau penyaksian kejadian-kejadian yang dituliskan. Data sekunder diperoieh dari sumber sekunder, yaitu peneliti melaporkan hasil observasi orang lain yang satu kali atau lebih telah lepas dari kejadian aslinya; 4)Harus melakukan kritik eksternal dan kritik internal. Kritik internal menanyakan apakah dokumen itu otentik atau tidak; apakah data tersebut akurat atau relevan; sedangkan kritik internal harus menguji motif, berat sebelah, dan sebagainya.[17]

 

2)      Penelitian Kasus dan Penelitian Lapangan

Tujuan penelitian kasus dan penelitian lapangan adalah untuk mempe-lajari secara intensif tentang latar belakang keadaan sekarang dan interaksi lingkungan sesuatu unit sosial; individu, kelompok, lembaga atau masyarakat. Penelitian ini seperti studi-studi yang dilakukan Piaget mengenai perkem-bangan kognitif pada anak-anak; studi secara intensif mengenai kebudayaan kota serta kondisi kehidupannya pada suatu kota metropolitan; serta studi lapangan yang fokus perhatiannya mengenai kebudayaan kelompok-kelom-pok masyarakat terpencil.

Ciri-ciri dari penelitian kasus dan penelitian lapangan ini antara lain: l)Penelitian kasus adalah penelitian mendalam mengenai unit sosial tertentu yang hasilnya merupakan gambaran yang lengkap dan terorganisasi dengan baik mengenai unit tersebut; 2)Dibandingkan dengan studi survei yang cenderung meneliti sejumlah kecil variabel pada unit sampel yang besar, studi kasus cenderung untuk meneliti jumlah unit yang kecil, tetapi mengenai variabel-variabel dan kondisi-kondisi yang besar jumlahnya.

Penelitian-penelitian kasus sangat berguna terutama untuk informasi latar belakang guna perencanaan penelitian yang lebih besar dalam ilmu-ilmu sosial. Data yang diperoieh dari penelitian-penelitian kasus memberikan contoh-contoh yang berguna untuk memberi ilustrasi mengenai penemuan-penemuan yang digeneralisasikan dengan statistik.

Adapun kelemahannya antara lain karena fokusnya terbatas pada unit-unit yang sedikit jumlahnya, penelitian kasus itu terbatas sifat representatifnya. Studi ini tidak memungkinkan generalisasi pada populasinya, sebelum penelitian lanjutan yang berfokus pada hipotesis-hipotesis tertentu dan menggunakan sampel yang layak selesai dikerjakan.

3)      Penelitian Korelasional (Correlational Research)

Tujuan penelitian korelasional adalah untuk mendeteksi sejauhmana variasi-variasi pada suatu faktorberkaitan dengan variasi-variasi pada satu atau lebih faktor lain berdasarkan koefisiensi korelasi. Di antara contoh penelitian korelasional ini adalah studi yang mempela-jari saling hubungan antara skor tes masuk perguruan tinggi dengan indeks prestasi; serta studi untuk meramalkan keberhasilan belajar berdasarkan atas „ skor pada tes bakat.

Penelitian ini memiliki ciri-ciri antara lain: l)Cocok dilakukan bila vari-abel-variabel yang diteliti rumit dan/atau tak dapat diteliti dengan metode eksperimental atau tak dapat dimanipulasikan; 2)Studi macam ini memung-kinkan pengukuran beberapa variabel dan saling hubungannya secara seren-tak dalam keadaan realistiknya.

 

4)      Penelitian Kausal-Komparatif (Causal Comparative Research)

Penelitian ini bertujuan untuk menyelidiki kemungkinan hubungan sebab akibat dengan cara berdasar atas pengamatan terhadap akibat yang ada mencari kembali faktor yang mungkin menjadi penyebab melalui data ter-tentu. Hal ini berlainan dengan metode eksperimental yang mengumpulkan datanya pada waktu kini dalam kondisi yang dikontrol.

Di antara contoh penelitian ini adalah penelitian untuk menentukan ciri-ciri guru yang efektif dengan mempergunakan daya yang berupa catatan mengenai sejarah pekerjaan selengkap mungkin.

Adapun ciri dari penelitian ini antara lain bahwa data dikumpulkan setelah semua kejadian yang dipersoalkan berlangsung (lewat masanya). Peneliti mengambil satu atau lebih akibat (sebagai dependen variabel) dan menguji data itu dengan menelusuri kembali ke masa lampau untuk mencari sebab-sebab saling hubungan dan maknanya.

5)      Penelitian Eksperimental Sungguhan

Penelitian eksperimental sungguhan dilakukan untuk menyelidiki kemungkinan hubungan sebab akibat dengan cara mengenakan kepada satu atau lebih kelompok eksperimental dan memperbandingkan hasil-nya dengan satu atau lebih kelompok kontrol yang tidak dikenal kondisi perlakuan. Di antara contoh penelitian eksperimental sungguhan ini adalah pene­litian yang dilakukan untuk menyelidiki pengaruh dua metode mengajar sejarah pada murid-murid kelas III SMA sebagai fungsi ukuran kelas (besar dan kecil) dan taraf inteligensi murid (tinggi, sedang, dan rendah) dengan cara menempatkan guru secara random (acak) berdasarkan inteligensi, ukuran kelas, dan metode mengajar.

Penelitian ini memiliki ciri-ciri antara lain: l)Menuntut pengaturan vari-abel-variabel dan kondisi-kondisi eksperimental secara tertib ketat, baik dengan kontrol atau manipulasi langsung maupun dengan menggunakan pengaturan secara acak; 2)Secara khas menggunakan kelompok kontrol sebagai garis dasar untuk membandingkan dengan kelompok-kelompokyang dikenai perlakuan eksperimental.

6)      Penelitian Tindakan (Action Research)

Penelitian tindakan dilakukan dengan tujuan untuk mengembangkan keterampilan-keterampilan baru atau cara pendekatan baru dan untuk me-mecahkan masalah dengan penerapan langsung di dunia kerja atau dunia aktual yang lain.

Di antara contoh penelitian tindakan ini adalah suatu program inservise training untuk melatih para konselor bekerja dengan anak putus sekolah untuk menyusun program penjajagan dalam pencegahan kecelakaan pada pendidikan pengemudi, untuk memecahkan masalah apatisme dalam peng-gunaan teknologi modern atau metode menanam padi yang inovatif.

Penelitian ini memiliki ciri-ciri antara lain praktis dan langsung relevan untuk situasi aktual dalam dunia kerja; serta fleksibel dan adaptif, memboleh-kan perubahan-perubahan selama masa penelitiannya dan mengorbankan kontrol untuk kepentingan inovasi.[18]

 

2.6  Langkah-Langkah Pokok Penyusunan Draft Penelitian Dan Pengkajian Islam

Langkah-langkah pokok penyusunan draft penelitian dan pengkajian Islam adalah merupakan salah satu bagian pokok dari "konstruksi teori" penelitian agama. Langkah-langkah tersebut pada hakikatnya merupakan kegiatan yang harus ada dalam suatu rencana penelitian. Di kalangan para ahli dijumpai pendapat yang satu sama lainnya agak berbeda ketika me-ngemukakan aspek-aspek yang harus ada dalam rencana penelitian. Mely G. Tan   mengatakan bahwa suatu rencana penelitian dapat dibagi   dalam delapan langkah sebagai berikut: (l)Pemilihan persoalan; (2)Penentuan ru-ang lingkup penelitian; (3)Pemeriksaan tulisan-tulisan yang bersangkutan; (4)Perumusan kerangka teoretis; (5)Penentuan konsep-konsep; (6)Peaimusan hipotesis-hipotesis; (7)Pemilihan metode pelaksanaan penelitian; dan (8)Perencanaan sampling.21 Sementara itu, pendapat lain mengatakan bahwa unsur-unsur yang lazim diminta (harus ada) dalam suatu rencana penelitian adalah: (l)Judul penelitian; (2)Penegasan masalah; (3)Latar belakang peneli­tian; (4)Tinjauan Pustaka; (5)Anggapandasar(asumsi); (6)Problematik pene­litian atau hipotesis; (7)Tujuan dan manfaat penelitian; dan (8)Metodologi.[19]

Dalam aplikasinya, keberadaan unsur-unsur tersebut tidak mesti harus ada seluruhnya. Hal ini amat bergantung kepada bentuk dari macam pene­litian sebagaimana telah disebutkan di atas. Untuk rencana penelitian yang bersifateksploratif atau grownflferf research misalnya, tidak harus ada hipo­tesis atau landasan teori tertentu. Untuk itu, seorang peneliti harus tahu persis penelitian jenis dan macam apa yang akan dilakukannya.

Selanjutnya, jika unsur-unsur tersebut dikaitkan dengan rencana pe-nyusunan draft penelitian dan pengkajian agama, yang harus ada adalah: (1) Unsur latar belakang masalah; (2)Studi kepustakaan; (3)Landasan teori; (4)Metodologi penelitian; dan (5)Kerangka analisis.23 Kelima unsur yang lazim digunakan dalam penelitian sosial itu dapat digunakan untuk peneli­tian agama, karena sebagaimana dikatakan di atas, agama dari segi bentuk pelaksanaannya merupakan bagian dari pengetahuan sosial atau merupakan bagian dari budaya manusia yang bercorak batiniah. Kelima unsur yang mesti ada dalam penelitian agama ini selengkapnya dapat dikemukakan sebagai berikut.

 

a.      Landasan Teori dan Hipotesis

Sebagaimana telah dikemukakan pada bagian terdahulu, teori pada pokoknya merupakan pernyataan mengenai sebab akibat atau mengenai adanya suatu hubungan positif antara gejala yang diteliti dari satu atau beberapa faktor tertentu dalam masyarakat.27 Misalnya, teori mengatakan bahwa angka bunuh diri adalah fungsi dari kegelisahan dan tekanan jiwa yang terus menerus yang dialami orang-orang tertentu. Integrasi atau kohesi sosial dapat memberi dukungan batin kepada para anggota kelompok yang meng-alami berbagai kegelisahan dan tekanan-tekanan jiwa yang hebat. Selanjutnya teori berikutnya mengatakan bahwa orang Katolik memiliki kohesi sosial lebih kuat daripada orang Protestan. Oleh karena itu, dapat diperkirakan bahwa angka bunuh diri pada orang Katolik lebih rendah dibandingkan dengan angka bunuh diri pada orang Protestan.[20]

Dalam penelitian agama misalnya, kita menjumpai teori yang mengata­kan bahwa setiap perilaku yang diperankan oleh seseorang selalu bertolak dari keyakinan agama yang dianutnya. Dengan teori ini kita dapat menjelas-kan mengapa orang berkata, berbuat, dan melakukan suatu perbuatan ber­tolak dari sudut pandang keyakinan agama yang dianutnya.

Contoh lainnya mengenai teori ini dapat kita jumpai dalam kegiatan ekonomi. Teori terkenal Max Weber mengatakan adanya hubungan positif antara agama Protestan dan bangkitnya kapitalisme. Banyak sekali hipotesis yang diperoleh dari teori ini, dengan meluaskan konsep agama Protestan dengan agama-agama lain atau dengan sistem nilai budaya pada umumnya dalam suatu masyarakat, dan meluaskan konsep kapitalisme dengan kegiatan ekonomi pada umumnya. Di Indonesia, penelitian yang berdasarkan teori ini telah dilakukan oleh Clifford Geertz, seorang sarjana antropolog dari Amerika yang menguji hubungan antara agama Islam dan kegiatan-kegiatan yang bersifat interpreneur di suatu daerah di Jawa Tengah.

 

b.      Metodologi Penelitian

Apabila konsep-konsep sudah ditentukan dan ditegaskan, dan landasan teori dan hipotesis telah terbentuk, kita menuju ke tahap pemilihan metode pelaksanaan penelitian. Metode mana yang akan dilakukan dan dinilai paling tepat amat bergantung pada macam penelitian yang dilakukan serta maksud dan tujuan yang ingin dicapai. Kita, misalnya, mengenai adanya penelitian yang bersifat eksploratif (menjelajah), deskriptif (menggambarkan), dan explanatory (menerangkan) sebagaimana telah dikemukakan di atas. Penelitian eksploratif bertujuan untuk memperdalam pengetahuan mengenai suatu gejala tertentu atau mendapatkan ide-ide baru mengenai gejala itu dengan maksud untuk merumuskan masalahnya secara terperinci atau untuk mengembangkan hipotesis. Sedangkan penelitian deskriptif bertujuan menggambarkan secara tepat sifat-sifat suatu individu, keadaan, gejala atau kelompok tertentu, atau untuk menentukan frekuensi atau penyebaran suatu gejala dan gejala lain dalam masyarakat. Dalam hal ini, mungkin sudah ada hipotesis-hipotesis, mungkin belum, tergantung dari sedikit-banyaknya pengetahuan tentang masalah yang bersangkutan. Sementara penelitian yang bersifat menerangkan bertujuan mengujj hipotesis-hipotesis tentang adanya hubungan sebab akibat antara berbagai variabel yang diteliti.

Selanjutnya, dengan mengetahui macam-macam penelitian tersebut, kita dapat menentukan bagaimana cara pengumpulan data untuk ketiga macam penelitian tersebut, bagaimana cara mengolah data-data tersebut, bagaimana cara mendeskripsikannya, menganalisisnya, dan menyimpulkannya.

Untuk penelitian yang bersifat eksploratif misalnya, kita dapat melaku-kan wawancara terbuka yang memberikan keleluasaan bagi si penjawab untuk memberi pandangan secara bebas. Sedangkan untuk penelitian yang bersifat deskriptif dapat menggunakan data kualitatif. Sementara untuk penelitian yang bersifat menerangkan dapat menempuh cara eksperimen seperti keadaan dalam laboratorium ilmu eksakta, dan dapat pula berbentuk perbandingan sistematis atau yang selanjutnya disebut dengan studi komparatif.

 

c.       Kerangka Analisis

Data-data yang telah terkumpul melalui berbagai metode tersebut selanjutnya diolah. Pertama-tama data itu diseleksi atas dasar reliabilitas dan validitasnya. Data yang rendah reliabilitas dan validitasnya, data yang kurang lengkap digugurkan atau dilengkapi dengan substitusi. Selanjutnya, data yang telah lulus dalam seleksi itu lalu diatur dalam tabel, matrik, dan lain sebagainya agar memudahkan pengolahan selanjutnya. Kalau mungkin, pada penyusun-an tabel yang pertama itu dibuat tabel induk (master table). Jika tabel induk itu dapat dibuat, langkah-langkah selanjutnya akan lebih mudah dikerjakan karena perhitungan-perhitungan dan analisis dapat dilakukan berdasarkan tabel induk itu.

Menganalisis data merupakan suatu langkah yang sangat kritis dalam penelitian. Penelitian harus memastikan kerangka dan pola analisis mana yang akan digunakan, apakah analisis statistik ataukah analisis nonstatistik. Pemilihan ini tergantung kepada jenis data yang dikumpulkan. Analisis sta­tistik dengan data kuantitatif atau data yang dikuantifikasikan, yaitu data dalam bentuk bilangan, sedangkan analisis nonstatistik sesuai untuk data deskriptif atau data textuar. Data deskriptif sering hanya dianalisis menurut isinya dan karena itu disebut juga analisis isi (content analysis).

Hasil analisis boleh dikatakan masih faktual dan ini harus diberi arti oleh peneliti. Hasil ini biasanya dibandingkan dengan hipotesis penelitian, didis-kusikan atau dibahas, dan akhirnya diberi kesimpulan. Seperti telah dikemu­kakan sebelumnya, peneliti mengharapkan agar hipotesisnya tahan uji, yaitu terbukti kebenarannya. Jika yang terjadi memang demikian, bahasan itu mungkin tidak perlu dilakukan. Tetapi jika hipotesis penelitian itu ternyata tidak tahan uji atau ditolak, peranan bahasan lalu menjadi penting, karena peneliti harus dapat menjelaskan mengapa hal itu terjadi. Peneliti wajib mengeksplorasi segala sumber yang mungkin menjadi sebab tidak terbukti hipotesis perielitiannya. Dengan demikian orisinalitas penelitian dapat dipantau dari konstruksi teori yang digunakan.

 

 

2.7  Pendekatan Yang Digunakan

Pendekatan dapat diartikan sebagai suatu cara pandang yang diguna­kan untuk menjelaskan suatu data yang dihasilkan dalam penelitian. Suatu data hasil penelitian dapat menimbulkan pengertian dan gambaran yang berbeda-beda bergantung kepada pendekatan yang digunakan. Dalam kaitan ini kita, misalnya, mengenal adanya pendekatan kawasan (regional), pende­katan perbandingan, dan pendekatan topikal. Pendekatan kawasan (regional) dapat digunakan untuk menjelaskan .hasil penelitian tentang suatu masalah menurut wilayah di mana masalah tersebut terjadi. Misalnya studi tentang Islam yang ada di Timur Tengah, Afrika Utara, Asia Tengah, Asia Selatan, Asia Tenggara, dan sebagainya. Buku berjudul Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII dan XVIII —disertasi Azyumardi Azra—, merupakan contoh dari penelitian tentang Islam menurut pende­katan kawasan. Demikian pula buku berjudul Pemikiran Islam di Malaysia Sejarah dan Aliran —ditulis oleh Abdul Rahman Haji Abdullah— termasuk penelitian studi Islam yang menggunakan pendekatan kawasan. Model pendekatan kawasan ini biasanya banyak digunakan untuk mengkaji Islam secara komprehensif yang terdapat pada suatu wilayah atau kawasan, sehing-ga antara Islam yang berada pada satu kawasan dapat dibedakan dengan Islam yang ada pada kawasan lainnya.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB III

PENUTUP

 

3.1  KESIMPULAN

Dari uraian diatas, maka dapat disimpulkan:

1.      Penelitian Agama berarti menempatkan Agama sebagi objek penelitian

2.      Perbedaan antara penelitian Agama dan keagamaan adalah objek penelitiannya.

3.      Penelitian Agama mengkaji Agama sebagai doktrin sedangkan penelitian keagamaan objek penelitian yang dikaji adalah Agama sebagai gejala sosial.

4.      Teori dalam konstruksi penelitian keAgamaan diantaranya Teori perubahan sosial, Teori struktural-fungsional, Teori antropologi dan sosiologi Agama, Teori budaya dan tafsir budaya simbolik, Teori pertukaran sosial, Teori sikap

5.      Model-model penelitian keagamaan diantaranya adalah Analisis Sejarah, Analisis Lintas Budaya, Eksperimen, Observasi Partisipatif, Riset Survey dan Analisis Statistik, Analisis Isi

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

 

Dikutip dari George Theodorson dan Achilles G. Theodorson, A Modern Dictionary of Sociology,New York: Thomas (New York: Thomas Y. Crowell Company, 1969), hlm. 347, oleh Ahmad Syafi’I Mufid, “Penelitian Agama: Hakikat, Metode, dan Kegunaannya”, dalam Affandi Mochtar (ed.), Menuju Penelitian Keagamaan dalam Perspektif Penelitian Sosial, (Cirebon: Fak. Tarbiyah IAIN SGD, 1996), HLM.32.

 

Ahmad Syafi’I Mufid dalam Affandi Mochtar (ed.),  1996: 33

 

 M. Atho Mudzar, 1998, hlm. 35

 

Ahmad Syafi’i Mufid dalam Affandi Mochtar (ed.), 1996: 35

 

 Djamari, 1993:53-9

 

'W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1991), cet. XII, him. 520. Hbid., hlm. 1055.

 

MeIy G. Tan, "Masalah Perencanaan Penelitian" dalam Koentjaraningrat, Metode-metode Penelitian Masyarakat, (Jakarta: Gramedia, 1983), cet. V, him. 20. "W.J.S. Poerwadarminta, op. tit., hlm. 1039.

 

H.M. Arifin, Kapita Selekta Pendidikan (Islam dan Umum), 0akarta:Bumi Aksara, 1993), cet. II, him. 142.

 

'Donald Ary, dkk., Pengantar Penelitian dalam Pendidikan, (terj.) Arief Furchan, dari judul asli Introduction to Research in Education, (Surabaya: Usaha Nasional, t.t), him. 44.

 

H.M. Arifin, Menguak Misteri Ajaran Agama-agama Besar, 0akarta: Golden Trayon Press, 1992), cet. IV, hlm. 5.

 

"

 



[1] Dikutip dari George Theodorson dan Achilles G. Theodorson, A Modern Dictionary of Sociology,New York: Thomas (New York: Thomas Y. Crowell Company, 1969), hlm. 347, oleh Ahmad Syafi’I Mufid, “Penelitian Agama: Hakikat, Metode, dan Kegunaannya”, dalam Affandi Mochtar (ed.), Menuju Penelitian Keagamaan dalam Perspektif Penelitian Sosial, (Cirebon: Fak. Tarbiyah IAIN SGD, 1996), HLM.32.

[2] Ahmad Syafi’I Mufid dalam Affandi Mochtar (ed.),  1996: 33

 

[3]  M. Atho Mudzar, 1998, hlm. 35

[4] Ahmad Syafi’i Mufid dalam Affandi Mochtar (ed.), 1996: 35

 

[5]  Djamari, 1993:53-9

[6] 'W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1991), cet. XII, him. 520. Hbid., him. 1055.

[7] MeIy G. Tan, "Masalah Perencanaan Penelitian" dalam Koentjaraningrat, Metode-metode Penelitian Masyarakat, (Jakarta: Gramedia, 1983), cet. V, him. 20. "W.J.S. Poerwadarminta, op. tit., him. 1039.

[8] H.M. Arifin, Kapita Selekta Pendidikan (Islam dan Umum), 0akarta:Bumi Aksara, 1993), cet. II, him. 142.

[9] 'Donald Ary, dkk., Pengantar Penelitian dalam Pendidikan, (terj.) Arief Furchan, dari judul asli Introduction to Research in Education, (Surabaya: Usaha Nasional, t.t), him. 44.

 

[12] H.M. Arifin, Menguak Misteri Ajaran Agama-agama Besar, 0akarta: Golden Trayon Press, 1992), cet. IV, him. 5.

[13] "Harun Nasution, Islam Ditinjau Dari Berbagai Aspeknya, Jilid I, (Jakarta: UI Press, 1979), cet. I, him. 10.

[14] Ibid.,him. 11.

 

[15] Taib Thahir Abd. Mu'in, Ilmu Kalam, (Jakarta: Wijaya, 1986), cet. VIII, him. 121.

 

[16] "H.M.Arifin,MenguakMisteri..., op. cit., him. 1,

[17] Masri Singarimbun, op. cit., him. 4.

 

[18] H.M. Arifin, Menguak Misteri Ajaran Agama-agama Besar, 0akarta: Golden Trayon Press, 1992), cet. IV, hlm. 5.

 

[19] "Harun Nasution, Islam Ditinjau Dari Berbagai Aspeknya, Jilid I, (Jakarta: UI Press, 1979), cet. I, hlm. 10.

 

[20] "Abdul HayAl-Farmawi, al-Bidayahfi Tafsir al-Maudhu'iy (Kairo: Al-Hadlarah, 1977), cet. II, hlm. 62.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Makalah_"Berhujjah dengan Mahfum Mukhalafah"

  KATA PENGANTAR   Alhamdullilahirabbilalamin, banyak nikmat yang Allah SWT berikan kepada kita semua tetapi sedikit sekali yang kita ...