BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR
BELAKANG
Agama
merupakan suatu keyakinan yang dianut oleh sekelompok masyarakat yang diyakini
dapat memberikan bimbingan agar menjadi pribadi yang baik, dengan member
peraturan meninggalkan semua bentuk perbuatan tercela yang dapat merugikan
orang lain dan menyebabkan dosa, serta mendekati atau melakukan perbuatan
terpuji yang dapat mendatangkan pahala. Agama yang dianut tentunya
berdasarkan penelitian-penelitian yang akurat untuk membenarkan paham yang
dianutnya. Penelitian agama tersebut berdasarkan beberapa metode
ilmiah yang lebih konkrit.
1.2 RUMUSAN
MASALAH
1. Apa pengertian tentang Penelitian Agama Dan Keagamaan
2. Apa pengertian tentang Kontruksi Teori Penelitian
Agama
3. Apa saja Model-Model Keagamaan
4. Apa saja Macam-Macam Penelitian
1.3 TUJUAN
1. Agar dapat memahami tentang Penelitian Agama Dan
Keagamaan
2. Dapat memahami tentang penjelasan Kontruksi Teori
Penelitian Agama
3. Dapat mengetahui macam-macam Penelitian Keagamann
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Penelitian
dan Penelitian Agama
Penelitian (research) adalah
upaya sistematis dan objektif untuk mempelajari suatu masalah dan menemukan
prinsip-prinsip umum. Selian itu, penelitian juga berarti upaya
pengumpulan informasi yang bertujuan untuk menambah pengetahuan. Pengetahuan
manusia tumbuh dan berkembang berdasarkan kajian-kajian sehingga terdapat
penemuan-penemuan, sehingga ia siap merevisi pengetahuan-pengetahuan massa lalu
melalui penemuan-penemuan baru.[1]
Penelitian
dipandang sebagai kegiatan ilmiah karena menggunakan metode keilmuan, yakni
gabungan antara pendekatan rasional dan pendekatan
empiris. Pendekatan rasional memberikan kerangka pemikiran yang
koheren dan logis. Sedangkan pendekatan empiris merupakan kerangka
pengujian dalam memastikan kebenaran.[2] Metode
ilmiah adalah usaha untuk mencari jawaban tentang fakta-fakta dengan
menggunakan kesangsian sistematis.
Kriteria
metode ilmiah menurut Moh. Nazir adalah sebagai berikut:
1. Berdasarkan
fakta.
2. Bebas
dari prasangka.
3. Menggunakan
prinsip-prinsip analis.
4. Menggunakan
hipotesis.
5. Menggunkan
ukuran objektif.
6. Menggunakan
teknik kuantitatif.
Adapun
langkah-langkah yang ditenpuh dalam metode ilmiah adalah sebagai berikut:
1. Memilih
dan mendefinisikan masalah.
2. Survey
terhadap data yang tersedia.
3. Memformulasikan
hipotesis.
4. Membangun
kerangka analisis serta alat-alat dalam menguji hipotesis.
5. Mengumpulkan
data primer.
6. Mengolah,
menganalisis, dan membuat interpretasi.
7. Membuat
generalisasi.
8. Membuat
laporan.
Agama
sebagai objek penelitian sudah lama diperdebatkan. Harun Nasution
menunjukkan bahwa agama, karena merupakan whayu, tidak dapat menjadi sasaran
penelitian ilmu sosia, dan kalaupun dapat dilakukan, harus menggunakan
metode khusus yang berbeda dengan metode ilmu sosial. Agama yang
diturunkan dan terwujud dalam bentuk benda-benda suci atau keramat, seperti
bangunan mesjid yang bernilai historis tinggi, bangunan candi Borobudur, dan
bedug Sunan yang dipamerkan dalam Festival Istiqlal, misalnya, merupakan
wilayah kajian antropologi dan arkeologi. Dengan demikian, agama
dalam pengertian yang kedua, menurut Harun Nasution, dapat dijadikan sebagai
objek penelitian tanpa harus menggunakan metode khusus yang berbeda dengan
metode yang lain.
2.2 Penelitian Agama dan
Penelitian Keagamaan
M.
Atho Mudzar (1998: 35) menginformasikan bahwa sampai sekarang, istilah
penelitian agama dengan penelitian keagamaan belum diberi batas yang
tegas. Penggunaan istilah yang pertama (penelitian agama) sering
juga dimaksudkan mencakup pengertian istilah yang kedua (penelitian keagamaan)
dan begitu sebaliknya. Salah satu contoh yang diungkap oleh M. Atho
Mudzar adalah pernyataan A. Mukti Ali, yang ketika membuka Program Latihan
Penelitian Agama (PLPA), menggunakan istilah tersebut dengan arti yang sama.
Selanjutnya,
Atho Mudzar mengutip pendapat Middleton, seorang guru besar antropologi di New
York University. Beliau berpendapat bahwa penelitian
agama (researh on religion) berbeda dengan penelitian
keagamaan (religious research). Penelitian agama lebih
mengutamakan pada materi agama, sehingga sasarannya terletak pada tiga elemen
pokok, yaitu ritus, mitos, dan magik. Sedangkan penelitian keagamaan
lebih mengutamakan pada agama sebagai sistem atau sistem
keagamaan (religius system).[3]adi
letak perbedaan antara penelitian agama dengan penelitian keagamaan yaitu pada
objek yang diteliti.
Jika
dalam penelitian agama, contohnya tentang penelitian agama Islam objek yang
diteliti antara lain adalah ilmu-ilmu dalam Islam, seperti ilmu kalam, fikih,
akhlak, dan tasawuf maka dalam penelitian keagamaan Islam objek yang diteliti yaitu
agamanya sebagai produk interaksi sosial. Secara keseluruhan baik
penelitian agama maupun penelitian keagamaan merupakan kajian yang menjadikan
agama sebagai objek penelitian. Apabila penelitian agama berkenaan
dengan pemikiran atau gagasan, maka metode-metode seperti filsafat, fisiologi
adalah pilihan yang tepat. Apabila penelitian agama berkaitan dengan sikap
perilaku agama, maka metode ilmu-ilmu sosial, seperti sosilogi, antropologi,
dan psikologimerupakan metode yang paling tepat digunakan. Sedangkan untuk
penelitian yang berkenaan dengan benda-benda keagamaan, metode arkeologi atau
metode-metode ilmu natural yang relevan tepat digunakan.[4]
Berdasarkan
saran tersebut, maka metode penelitian yang akan kita gunakan dalam satu
kegiatan penelitian tidak harus membangun metode baru, tetapi cukup meminjam,
melanjutkan, atau mengembangkan metodologi yang sudah dibangun oleh para ahli
sebelumnya. Hal ini sesuai dengan yang telah kita singgung pada
pembahasan di atas.
2.3 Model-Model Penelitian
Keagamaan
Adapun
model penelitian yang dibahas di sini disesuaikan dengan perbedaan antara
penelitian agama dan penelitian hidup keagamaan. Model-model dalam
penelitian agama tersebut, antara lain:
1. Analisis
Sejarah
Sosiologi
tidak memusatkan perhatiannya pada bentuk peradaban pada tahap permulaan pada
waktu tertentu (etnografi), tetapi menerangkan realitas masa kini, realitas
yang berhubungan erat dengan kita, yang memengaruhi gagasan dan perilaku
kita. Supaya kita mengerti persoalan manusia sekarang,
kita harus mempelajari sejarah masa silam. Dalam hal ini, sejarah
hanya sebagai metode analisis atas dasar pemikiran bahwa sejarah dapat
menyajikan gambaran tentang unsur-unsur yang mendukung timbulnya suatu
lembaga. Pendekatan sejarah bertujuan untuk menemukan inti karakter
agama dengan meneliti sumber klasik sebelum dicampuri yang lain. Dalam
menggunakan kata historis, sejarawan cenderung menyajikan detail dari situasi
sejarah dan eksplanasi tentang sebab akibat dari suatu
kejadian. Sedangkan sosiolog lebih tertarik pada persoalan apakah
situasi sosial tertentu diikuti oleh situasi sosial yang
lain. Sosiolog mencari pola hubungan antara kejadian sosial dan
karakteristik agama.
Berikut
beberapa pakar yang telah menggunakan analisi historis.
a) Talcott
Parson dan Bellah ketika ia menjelaskan evolusi agama.
b) Berger
dalam uraiannya tentang memudarnya agama dalam masyarakat modern.
c) Max
Weber ketika ia menjelaskan sumbangan teologi Protestan terhadap lahirnya
kapitalisme.
2. MAnalisis Lintas Budaya
Dengan
membandingkan pola-pola sosial keagamaan di beberapa daerah kebudayaan,
sosiolog dapat memperoleh gambaran tentang korelasi unsur budaya tertentu atau
kondisi sosiokultural secara umum. Weber mencoba membuktikan
teorinya tentang relasi antara etika Protestan debgan kebangkitan kapitalisme
melalui kajian agama dan ekonomi di India dan Cina.
3. Eksperimen
Penelitian
yang menggunakan eksperimen agak sulit dilakukan dalam penelitian
agama. Namun, dalam beberapa hal, eksperimen dapat dilakukan dalam
penelitian agama, misalnya untuk mengevaluasi perbedaan hasil belajar dari
beberapa model pendidikan agama. Darley dan Batson melakukan
eksperimen di sekolah seminari, dengan mengukur pengaruh cerita-cerita dalam
injil terhadap perilaku siswa.
4. Observasi
Partisipatif
Dengan
partisipasi dalam kelompok, peneliti dapat mengobservasi perilaku orang-orang
dalam konteks religius. Orang yang diobservasi boleh mengetahui
bahwa dirinya sedang diobservasi atau secara diam-diam. Di antara
kelebihan penelitian ini adalah memungkinkannya pengamatan simbolik antar
anggota kelompok secara mendalam. Adapun salah satu kelemahannya adalah
terbatasnya data pada kemampuan observer.
5. Riset
Survei dan Analisis Statistik
Penelitian
survei dilakukan dengan penyusunan kuesioner, interview dengan sampel dari
suatu populasi. Sampel dapat berupa organisasi keagamaan atau
penduduk suatu kota atau desa. Prosedur penelitian ini dinilai
sangat bergunna untuk memperlihatkan korelasi dari karakteristik keagamaan
tertentu dengan sikap sosial atau atribut keagamaan tertentu.
6. Analisis
Isi
Dengan
metode ini, peneliti mencoba mencari keterangan dari tema-tema agama, baik
berupa tulisan, buku-buku khotbah, doktrin, maupun deklarasi teks, dan yang
lainnya. Umpamanya sikap kelompok keagamaan dianalisis dari substansi
ajaran kelompok tersebut.[5]
2.4 Pengertian
"Konstruksi Teori" Penelitian Agama
Dalam
Kamus Umum Bahasa Indonesia, W.J.S. Poerwadarminta mengartikan konstruksi
adalah cara membuat (menyusun) bangunan-ba-ngunan (jembatan dan sebagainya);
dan dapat pula berarti susunan dan hubungan kata di kalimat atau di kelompok
kata.[6]Sedangkan
teori berarti pendapat yang dikemukakan sebagai suatu keterangan mengenai suatu
pe-ristiwa (kejadian); dan berarti pula asas-asas dan hukum-hukum umum yang
menjadi dasar suatu kesenian atau ilmu pengetahuan. Selain itu, teori dapat
pula berarti pendapat, cara-cara, dan aturan-aturan untuk melakukan sesuatu ?
Selanjutnya,
dalam ilmu penelitian teori-teori itu pada hakikatnya merupakan pernyataan
mengenai sebab akibat atau mengenai adanya suatu hubungan positif antara gejala
yang diteliti dari satu atau beberapa faktor tertentu dalam masyarakat,
misalnya kita ingin meneliti gejala bunuh diri. Kita sudah mengetahui tentang
teori integrasi atau kohesi sosial dari Emile Durkheim (seorang ahli sosiologi
Perancis kenamaan),[7]
yang mengatakan adanya hubungan positif antara lemah dan kuatnya integrasi
sosial dan gejala bunuh diri. Durkheim
mulai dengan pengamatan statistis bahwa angka bunuh diri antara orangKatolik
lebih rendah daripada orang Protestan. Dalam penelitian selanjutnya, ia menarik
kesimpulan bahwa faktor utama yang menentukan dalam gejala ini adalah integrasi
sosial. Perumusan analisis teoretisnya dapat diutarakan sebagai berikut:
Integrasi atau kohesi sosial dapat memberi dukungan batin kepada para anggota
kelompok yang meng-alami berbagai kegelisahan dan tekanan jiwa yang hebat.
Angka bunuh diri adalah fungsi dari kegelisahan dan tekanan jiwa yang
terus-menerus dialami orang-orang tertentu. Selanjutnya, dikatakan bahwa orang
Katolik mempu-nyai kohesi sosial yang lebih kuat daripada orang Protestan,
karena itu dapat diharapkan bahwa angka bunuh diri pada orang Katolik akan
lebih rendah daripada orang Protestan.[8]
Dari
pengertian-pengertian tersebut, kita dapat memperoleh suatu kesimpulan bahwa
yang dimaksud dengan "konstruksi teori" adalah susunan atau bangunan
dari suatu pendapat, asas-asas atau hukum-hukum mengenai sesuatu yang antara
satu dan lainnya saling berkaitan, sehingga membentuk suatu bangunan.
Adapun
penelitian berasal dari kata teliti yang artinya cermat, saksama, pemeriksaan
yang dilakukan secara saksama dan teliti, dan dapat pula berarti penyelidikan.[9]
Selanjutnya, penelitian (research) yang dilahirkan oleh dunia ilmu pengetahuan
mengandung implikasi-implikasi yang bersifat ilmiah, oleh karena hal tersebut
merupakan proses penyelidikan yang berjalan sesuai dengan ketetapan-ketetapan
dalam ilmu pengetahuan tentang penelitian atau yang selanjutnya disebut
methodology of research. Tujuan pokok dari kegi-atan penelitian ini adalah
mencari kebenaran-kebenaran objektif yang
disimpulkanmelaluidata-datayangterkumpul.Kebenaran-kebenaran objektif yang
diperoleh tersebut kemudian digunakan sebagai dasar atau landasan untuk
pembaruan, perkembangan atau perbaikan dalam masalah-masalah icoretis dan
praktis bidang-bidang pengetahuan yang bersangkutan.[10]
Dengan
demikian, penelitian mengandung arti upaya menemukan ja-waban atas sejumlah
masalah berdasarkan data-data yang terkumpul. Penelitian menuntut kepada
pelaku-pelakunya agar proses penelitian yang dilakukan itu bersifat ilmiah,
yaitu hams sistematis, terkontrol, bersifat empiris (bukan spekulatif), dan
harus kritis dalam penganalisisan data-datanya se-hubungan dengan dalil-dalil
hipotesis yang menjadi pendorong mengapa penelitian itu dilakukan.
Dengan
demikian, penelitian dapat dirumuskan sebagai penerapan pendekatan ilmiah pada
pengkajian suatu masalah. Ini adalah cara untuk memperoleh informasi yang
berguna dan dapat dipertanggungjawabkan. Tujuannya adalah untuk menemukan
jawaban terhadap persoalan yang berarti melalui penerapan prosedur-prosedur
ilmiah. Suatu penyelidikan harus melibatkan pendekatan ilmiah agar dapat
digolongkan sebagai penelitian.[11]
Berikutnya,
sampailah kita kepada pengertian agama. Telah banyak ahli-ahli ilmu pengetahuan
seperti antropologi, psikologi, sosiologi, dan Iain-lain yang mencoba
mendefinisikan agama, tetapi banyak pula hasilnya yang tidak memuaskan, karena
tidak dapat diperoleh definisi yang seragam. R.R. Marett salah seorang ahli
antropologi Inggris, mengatakan bahwa agama adalah yang paling sulit dari semua
perkataan untuk didefinisikan karena agama menyangkut lebih daripada hanya
pikiran, yaitu perasaan dan kemauan juga, dan dapat memanifestasikan dirinya
menurut segi-segi emosionalnya walaupun idenya kabur.
Namun
demikian, mendefinisikan "agama" dapat juga dilakukan, meskipun
sangat minimal, sebagaimana yang telah diberikan E.B.Taylor, yaitu bahwa agama
adalah kepercayaan terhadap kekuatan gaib.
Definisi
agama dengan agak lebih lengkap dikemukakan J.G. Frazer. Menurutnya, agama
adalah suatu ketundukan atau penyerahan diri kepada kekuatan yang lebih tinggi
daripada manusia yang dipercaya mengatur dan mengendalikan jalannya alam dan
kehidupan manusia. Lebih lanjut Frazer mengatakan bahwa agama terdiri dari dua
elemen, yakni yang bersifat teoretis dan yang bersifat praktis. Yang bersifat
teoretis berupa kepercayaan kepada kekuatan-kekuatan yang lebih tinggi daripada
manusia, sedangkan yang bersifat praktis ialah usaha manusia untuk tunduk
kepada kekuatan-kekuatan tersebut serta usaha menggembirakannya.[12]
Harun
Nasution, Guru Besar Filsafat dan Teologi Islam, berdasarkan analisisnya
terhadap berbagai kata yang berkaitan dengan agama yaitu al-din, religi dan
kata agama itu sendiri sampai pada kesimpulan bahwa intisari yang terkandung
dalam istilah-istilah di atas ialah ikatan. Agama mengandung arti ikatan-ikatan
yang harus dipegang dan dipatuhi manusia. Ikatan ini mempunyai pengaruh yang
besar sekali terhadap kehidupan manusia sehari-hari. Ikatan ini berasal dari
suatu kekuatan yang lebih tinggi daripada manusia.[13]
Berdasarkan
rumusan tersebut, Harun Nasution menyebutkan delapan macam definisi agama. Dua
di antaranya: 1) Agama berarti pengakuan terhadap adanya hubungan manusia
dengan kekuatan gaib yang harus dipatuhi; 2) Mengikatkan diri pada suatu bentuk
hidup yang mengandung pengakuan pada suatu sumber yang berada di luar diri
manusia dan yang mempengaruhi perbuatan-perbuatan manusia.
Dari
definisi-definisi tersebut, Harun Nasution selanjutnya menyebutkan adanya
empat unsur penting yang terdapat dalam agama, yaitu: l)Unsur kekuatan gaib
yang dapat mengambil bentuk dewa, Tuhan, dan sebagainya; 2)Unsur keyakinan
manusia bahwa kesejahteraannya di dunia ini dan hidup-nya di akhirat nanti amat
bergantung kepada adanya hubungan baik dengan kekuatan gaib yang dimaksud;
3)Unsur respons yang bersifat emosional dari manusia yang dapat mengambil
bentuk perasaan takut, cinta, dan sebagainya; dan 4)Unsur paham adanya yang
kudus {sacred) dan suci yang dapat mengambil bentuk kekuatan gaib, kitab yang
mengandung ajaran-ajaran agama yang bersangkutan, dan dalam bentuk
tempat-tempat tertentu.[14]
Jika
kaum antropolog, sosiolog, dan sebagainya mendefinisikan agama demikian sulit
dan bermasalah, tidak demikian halnya bagi orang-orang yang memeluk agama samawi.
Bagi pemeluk agama samawi, agama memiliki kriteria yang jelas karena telah
disebutkan dalam kitab-kitab sucinya dan agama bukan ciptaan manusia, melainkan
berasal dari Tuhan, sehingga asal-usulnyapun tidak bersumber pada kondisi dan
situasi alam sekitar atau masyarakat. Bertolak dari ciri-ciri tersebut di atas,
kaum agamawan mendefinisikan agama sebagai berikut:
"Suatu
peraturan Tuhan yang mendorong jiwa seseorang yang mempunyai akal untuk
memegang peraturan Tuhan itu atas pilihannya sendiri untuk mencapai kebaikan
hidup dan kebahagiaan kelak di akhirat."
Dengan
demikian, agama samawi memiliki ciri-ciri antara lain: 1) Berasal dari Tuhan.
Karena Tuhan Mahabenar, agama pun mutlak benar; 2)Diperuntukkan bagi
orang-orang yang berakal; 3)Dianut berdasarkan pilih an dan kemauannya sendiri;
dan 4)Menawarkan kebaikan hidup di dunia dan kebahagiaan hidup di akhirat.
Selanjutnya,
timbul pertanyaan apakah agama dapat diteliti? Jawabnya adalah bahwa untuk
agama hasil budaya manusia (agama ardi) penelitian dapat dilakukan sepenuhnya,
baik terhadap ajaran dan doktrin-doktrinnya maupun terhadap bentuk
pengamalannya. Sedangkan untuk agama samawi jawabannya adalah ada bagian-
bagian yang dapat dijadikan sasaran garapan penelitian, yaitu bagian isi dari
bentuk pengamalan agama, dan ada pula bagian-bagian yang kepadanya tidak dapat
dilakukan penelitian, yaitu bagian dari isi agama.
Berkaitan
dengan permasalahan tersebut, H.M.Arifin mengatakan bahwa agama sebagai elemen
yang sangat penting dalam kehidupan umat manusia sejak zaman prasejarah sampai
zaman modern sekarang ini dapat dilihat dari dua segi, yakni dari segi bentuk
dan isinya. Jika kita lihat dari segi bentuknya, agama dapat dipandang sebagai
kebudayaan batin manusia yang mengandung potensi psikologis yang mempengaruhi
jalan hidup manusia. Sedangkan bila dilihat dari segi isinya, agama adalah
ajaran atau wahyu Tuhan yang dengan sendirinya tak dapat dikategorikan sebagai
kebudayaan. Segi kedua ini hanya berlaku bagi agama-agama samawi (wahyu),
sedangkan bagi agama-agama yang sumbernya bukan wahyu, dapat dipandang baik
bentuk maupun isinya adalah kebudayaan." Dengan demikian, yang dapat
diteliti untuk agama samawi adalah hanya bagian atau segi bentuknya yang dipandang
sebagai kebudayaan batin manusia. Sedangkan bagian kedua yang merupakan segi
isinya yang merupakari wahyu tidak termasuk garapan penelitian.
Berdasarkan
pendapat tersebut, kegiatan penelitian terhadap agama budaya dapat dilakukan
baik terhadap isinya maupun bentuknya. Sedangkan penelitian terhadap agama samawi
hanya dapat dilakukan terhadap bentuk
atau praktik yang tampak dalam kehidupan sosial, dan bukan
terrhadap isinya. Isi agama samawi sebagaimana
terdapat di dalam Alquran dan hadis mutawatir atau hadis sahih tidak perlu
dipersoalkan lagi karena sudah diyakini kebenarannya. Kita tidak perlu
mempersoalkan, meneliti atau meragukan kebenaran isi Alquran dan hadis
mutawatir. Ajaran yang terdapat di dalam Alquran, baik yang berkenaan dengan
akidah, ibadah, akhlak, maupun kehidupan akhirat, dan lain sebagainya adalah
hukum yang pasti benar. Kita tidak akan menambah atau mengurangi rukun iman
atau rukun Islam dan lainnya yang ada di dalam kitab suci. Semua itu isi ajaran
agama samawi yang tidak perlu diteliti lagi. Karena merupakan hukum Tuhan yang
mutlak benar. Yang kita teliti adalah
bentuk pengamalan dari ajaran agama tersebut, atau agama yang nampak dalam
perilaku penganutnya. Kita, misalnya, dapat meneliti tingkat keimanan dan
ketakwaan yang dianut masyarakat. Kita dapat meneliti apakah ajaran zakat,
puasa, dan haji misalnya, sudah dilaksanakan sesuai ketentuan Allah dan
Rasul-Nya. Selanjutnya, kita juga dapat meneliti seberapa jauh tingkat
kepedulian umat Islam terhadap penanganan masalah-masalah sosial sebagai
panggilan ajaran agamanya. Kita juga dapat meneliti cara-cara yang ditempuh
umat Islam dalam melaksanakan dakwah Islamiyah, pendidikan Islam, cara
mengajarkan ajaran Islam, pemahaman umat Islam terhadap ajaran agama serta
penghayatan dan pengamalannya. Penelitian terhadap masalah-masalah tersebut sama
sekali tidak akan mengganggu atau mengubah ajaran agama yang terdapat di dalam
Alquran dan Al-Sunnah, malah sebaliknya akan mendukung upaya-upaya pelaksanaan
ajaran Alquran dan Al-Sunnah tersebut dalam kenyataan sosial.
Selain
itu, penelitian agama juga dapat dilakukan dalam upaya menggali ajaran-ajaran
agama yang terdapat dalam kitab suci tersebut serta kemung-kinan aplikasinya
sesuai dengan perkembangan zaman. Berbagai pendekatan dan teori yang berkenaan
dengan pemahaman agama yang pernah dilakukan generasi terdahulu dapat diteliti
secara saksama sebagai bahan perbandingan bagi generasi berikutnya, dan juga
untuk dilihat situasi dan kondisi yang melatarbelakangi timbulnya paham agama
demikian penelitian, serta kemungkinan penerapannya di masa sekarang. Bertolak
dari hasil ini, maka dapat dilakukan upaya-upaya pemahaman agama yang lebih
inovatif, kontekstual, dan seterusnya sesuai dengan tuntutan zaman. Tanpa
dilakukan penelitian, maka kita tidak punya alasan kuat tentang apakah suatu
paham keagamaan dapat diperbaiki atau tetap dipertahankan. Para pembaharu
pe-mikiran Islam yang kehadirannya amat dibutuhkan saat ini jelas harus
me-miliki kemampuan untuk melakukan penelitian agama.
Berdasarkan
uraian di atas, kita dapat sampai pada suatu kesimpulan bahwa yang dimaksud
dengan telaah "konstruksi teori" penelitian agama adalah suatu upaya
memeriksa, mempelajari, meramalkan, dan memahami secara saksama susunan atau
bangunan dasar-dasar atau hukum-hukum dan ketentuan lainnya yang diperlukan
untuk melakukan penelitian terhadap bentuk pelaksanaan ajaran agama sebagai
dasar pertimbangan untuk mengembangkan pemahaman ajaran agama sesuai tuntutan
zaman. Bagai-mana bentuk konstruksi teori penelitian agama itu, dapat dikaji
lebih lanjut dalam uraian yang terdapat pada bagian berikut ini. Namun sebelum
sampai pada kajian terhadap masalah tersebut, terlebih dahulu akan dikemukakan
macam-macam penelitian. Sederhananya, yang dimaksud dengan penelitian agama
adalah pendekatan ilmiah yang diterapkan untuk menyelidiki masalah-masalah
agama. Upaya ini dilakukan untuk mendapatkan informasi yang berguna dan dapat
dipertanggungjawabkan mengenai berbagai masalah agama dari segi bentuk
pelaksanaannya.
2.5 Macam-Macam Penelitian
Seseorang
yang akan menyusun konstruksi teori penelitian terlebih dahulu perlu mengetahui
bentuk dari macam-macam penelitian, karena perbedaan bentuk atau macam
penelitian yang dilakukan akan mempenga-ruhi bentuk konstruksi teori penelitian
yang dilakukan, termasuk pula penelitian agama.
Penelitian
dapat mengambil bentuk bermacam-macam tergantung dari sudut pandang mana yang
akan digunakan untuk melihatnya. Dilihat dari segi hasil yang ingin dicapainya,
penelitian dapat dibagi menjadi penelitian menjelajah (exploratory atau
deskriptif) dan penelitian yang bersifat menerangkan (explanatory). Dalam
penelitian yang bersifat menjelajah, di mana pengetahuan mengenai persoalan
masih sangat kurang atau belum ada sama sekali, teori-teorinya belum ada atau
belum diperlukan. Demikian pula dengan penelitian yang bersifat deskriptif.
Sedangkan dalam penelitian yang bersifat menerangkan di mana sudah pasti ada
teori-teori yang menjadi dasar hipotesis-hipotesis yang akan diuji, jelas
memerlukan teori.[15]
Selanjutnya
jika dilihat dari segi bahan-bahan atau objek yang akan diteliti, penelitian
dapat dibagi menjadi penelitian kepustakaan (library research) dengan
menggunakan bahan-bahan tertulis seperti manuskrip, buku, majalah, surat kabar,
dan dokumen lainnya; dan penelitian lapangan (field research) dengan
menggunakan informasi yang diperoleh dari sasaran penelitian yang selanjutnya
disebut informan atau responden melalui instrumen pengumpulan data seperti
angket, wawancara dan observagi.
Jika
dilihat dari segi cara menganalisisnya, penelitian dapat dibagi menjadi
penelitian yang bersifat kualitatif dan yang bersifat kuantitatif. Penelitian
kualitatif dilakukan terhadap objek penelitian yang bersifat sosiologis;
sedangkan penelitian kuantitatif dilakukan terhadap objek penelitian yang
bersifat fisik, material, dan dapat dihitung jumlahnya. Sikap keagamaan,
kecerdasan, pengaruh kebudayaan, dan lain sebagainya termasuk objek penelitian
yang bersifat kualitatif. Sedangkan objek penelitian yang sifatnya ingin
mengetahui jumlah para lulusan, jumlah orang yang melanggar peraturan, dan
sebagainya dapat dilakukan penelitian yang bersifat kuantitatif. Jika dilihat
dari segi metode dasar dan rancangan penelitian yang digunakan, penelitian
dapat dibagi menjadi penelitian yang bersifat historis, perkembangan, kasus,
korelasional, kausal-komparatif, eksperimen sungguhan, eksperimen semu, dan
penelitian tindakan (action research) ,[16]
Selanjutnya,
Masri Singarimbun dengan bertolak dari segi metode dan rancangan yang
digunakan, membagi penelitian menjadi penelitian survei, penelitian eksperimen,
dan grounded research.
Dari
berbagai cara melihat penelitian yang menimbulkan macam-macamnya itu, cara
melihat penelitian dari segi metode dan rancangan yang digunakan itulah yang
umumnya digunakan sebagai acuan, karena cara pan-dang yang disebutkan
sebelumnya dinilai sudah tercakup dalam cara melihat penelitian dari segi
metode dan rancangannya. Berbagai macam penelitian yang didasarkan pada segi
metode dan rancangannya ini dapat dikemukakan sebagai berikut.
1)
Penelitian Historis
(Historical Research)
Tujuan
penelitian historis adalah untuk membuat rekonstruksi masa lampau secara
sistematis dan objektif, dengan cara mengumpulkan, meng-evaluasi, memverifikasi
serta mensistematisasikan bukti-bukti untuk menegakkan fakta dan memperoleh
kesimpulan yang kuat.
Penelitian
ini memiliki ciri-ciri antara lain: 1) Bergantung kepada daya yang diobservasi
orang lain daripada yang diobservasi oleh peneliti sendiri; 2)Harus tertib,
ketat, sistematik dan tuntas, dan bukan sekadar mengkoleksi informasi-informasi
yang tak layak, tak reliabel dan berat sebelah; 3)Ber-gantung pada data primer
dan data sekunder. Data primer diperoieh dari sumber primer, yaitu si peneliti
secara langsung melakukan observasi atau penyaksian kejadian-kejadian yang
dituliskan. Data sekunder diperoieh dari sumber sekunder, yaitu peneliti
melaporkan hasil observasi orang lain yang satu kali atau lebih telah lepas
dari kejadian aslinya; 4)Harus melakukan kritik eksternal dan kritik internal.
Kritik internal menanyakan apakah dokumen itu otentik atau tidak; apakah data
tersebut akurat atau relevan; sedangkan kritik internal harus menguji motif,
berat sebelah, dan sebagainya.[17]
2) Penelitian
Kasus dan Penelitian Lapangan
Tujuan
penelitian kasus dan penelitian lapangan adalah untuk mempe-lajari secara
intensif tentang latar belakang keadaan sekarang dan interaksi lingkungan
sesuatu unit sosial; individu, kelompok, lembaga atau masyarakat. Penelitian
ini seperti studi-studi yang dilakukan Piaget mengenai perkem-bangan kognitif
pada anak-anak; studi secara intensif mengenai kebudayaan kota serta kondisi
kehidupannya pada suatu kota metropolitan; serta studi lapangan yang fokus
perhatiannya mengenai kebudayaan kelompok-kelom-pok masyarakat terpencil.
Ciri-ciri
dari penelitian kasus dan penelitian lapangan ini antara lain: l)Penelitian
kasus adalah penelitian mendalam mengenai unit sosial tertentu yang hasilnya
merupakan gambaran yang lengkap dan terorganisasi dengan baik mengenai unit
tersebut; 2)Dibandingkan dengan studi survei yang cenderung meneliti sejumlah
kecil variabel pada unit sampel yang besar, studi kasus cenderung untuk
meneliti jumlah unit yang kecil, tetapi mengenai variabel-variabel dan
kondisi-kondisi yang besar jumlahnya.
Penelitian-penelitian
kasus sangat berguna terutama untuk informasi latar belakang guna perencanaan
penelitian yang lebih besar dalam ilmu-ilmu sosial. Data yang diperoieh dari
penelitian-penelitian kasus memberikan contoh-contoh yang berguna untuk memberi
ilustrasi mengenai penemuan-penemuan yang digeneralisasikan dengan statistik.
Adapun
kelemahannya antara lain karena fokusnya terbatas pada unit-unit yang sedikit
jumlahnya, penelitian kasus itu terbatas sifat representatifnya. Studi ini
tidak memungkinkan generalisasi pada populasinya, sebelum penelitian lanjutan
yang berfokus pada hipotesis-hipotesis tertentu dan menggunakan sampel yang
layak selesai dikerjakan.
3) Penelitian
Korelasional (Correlational Research)
Tujuan
penelitian korelasional adalah untuk mendeteksi sejauhmana variasi-variasi pada
suatu faktorberkaitan dengan variasi-variasi pada satu atau lebih faktor lain
berdasarkan koefisiensi korelasi. Di antara contoh penelitian korelasional ini
adalah studi yang mempela-jari saling hubungan antara skor tes masuk perguruan
tinggi dengan indeks prestasi; serta studi untuk meramalkan keberhasilan
belajar berdasarkan atas „ skor pada tes bakat.
Penelitian
ini memiliki ciri-ciri antara lain: l)Cocok dilakukan bila vari-abel-variabel
yang diteliti rumit dan/atau tak dapat diteliti dengan metode eksperimental
atau tak dapat dimanipulasikan; 2)Studi macam ini memung-kinkan pengukuran
beberapa variabel dan saling hubungannya secara seren-tak dalam keadaan
realistiknya.
4) Penelitian
Kausal-Komparatif (Causal Comparative Research)
Penelitian
ini bertujuan untuk menyelidiki kemungkinan hubungan sebab akibat dengan cara
berdasar atas pengamatan terhadap akibat yang ada mencari kembali faktor yang
mungkin menjadi penyebab melalui data ter-tentu. Hal ini berlainan dengan
metode eksperimental yang mengumpulkan datanya pada waktu kini dalam kondisi
yang dikontrol.
Di
antara contoh penelitian ini adalah penelitian untuk menentukan ciri-ciri guru
yang efektif dengan mempergunakan daya yang berupa catatan mengenai sejarah
pekerjaan selengkap mungkin.
Adapun
ciri dari penelitian ini antara lain bahwa data dikumpulkan setelah semua
kejadian yang dipersoalkan berlangsung (lewat masanya). Peneliti mengambil satu
atau lebih akibat (sebagai dependen variabel) dan menguji data itu dengan
menelusuri kembali ke masa lampau untuk mencari sebab-sebab saling hubungan dan
maknanya.
5) Penelitian
Eksperimental Sungguhan
Penelitian
eksperimental sungguhan dilakukan untuk menyelidiki kemungkinan hubungan sebab
akibat dengan cara mengenakan kepada satu atau lebih kelompok eksperimental dan
memperbandingkan hasil-nya dengan satu atau lebih kelompok kontrol yang tidak
dikenal kondisi perlakuan. Di antara contoh penelitian eksperimental sungguhan
ini adalah penelitian yang dilakukan untuk menyelidiki pengaruh dua metode
mengajar sejarah pada murid-murid kelas III SMA sebagai fungsi ukuran kelas
(besar dan kecil) dan taraf inteligensi murid (tinggi, sedang, dan rendah)
dengan cara menempatkan guru secara random (acak) berdasarkan inteligensi,
ukuran kelas, dan metode mengajar.
Penelitian
ini memiliki ciri-ciri antara lain: l)Menuntut pengaturan vari-abel-variabel
dan kondisi-kondisi eksperimental secara tertib ketat, baik dengan kontrol atau
manipulasi langsung maupun dengan menggunakan pengaturan secara acak; 2)Secara
khas menggunakan kelompok kontrol sebagai garis dasar untuk membandingkan
dengan kelompok-kelompokyang dikenai perlakuan eksperimental.
6) Penelitian
Tindakan (Action Research)
Penelitian
tindakan dilakukan dengan tujuan untuk mengembangkan keterampilan-keterampilan
baru atau cara pendekatan baru dan untuk me-mecahkan masalah dengan penerapan
langsung di dunia kerja atau dunia aktual yang lain.
Di
antara contoh penelitian tindakan ini adalah suatu program inservise training
untuk melatih para konselor bekerja dengan anak putus sekolah untuk menyusun
program penjajagan dalam pencegahan kecelakaan pada pendidikan pengemudi, untuk
memecahkan masalah apatisme dalam peng-gunaan teknologi modern atau metode
menanam padi yang inovatif.
Penelitian
ini memiliki ciri-ciri antara lain praktis dan langsung relevan untuk situasi
aktual dalam dunia kerja; serta fleksibel dan adaptif, memboleh-kan
perubahan-perubahan selama masa penelitiannya dan mengorbankan kontrol untuk
kepentingan inovasi.[18]
2.6 Langkah-Langkah Pokok
Penyusunan Draft Penelitian Dan
Pengkajian Islam
Langkah-langkah
pokok penyusunan draft penelitian dan pengkajian Islam adalah merupakan salah
satu bagian pokok dari "konstruksi teori" penelitian agama.
Langkah-langkah tersebut pada hakikatnya merupakan kegiatan yang harus ada
dalam suatu rencana penelitian. Di kalangan para ahli dijumpai pendapat yang
satu sama lainnya agak berbeda ketika me-ngemukakan aspek-aspek yang harus ada
dalam rencana penelitian. Mely G. Tan
mengatakan bahwa suatu rencana penelitian dapat dibagi dalam delapan langkah sebagai berikut:
(l)Pemilihan persoalan; (2)Penentuan ru-ang lingkup penelitian; (3)Pemeriksaan
tulisan-tulisan yang bersangkutan; (4)Perumusan kerangka teoretis; (5)Penentuan
konsep-konsep; (6)Peaimusan hipotesis-hipotesis; (7)Pemilihan metode
pelaksanaan penelitian; dan (8)Perencanaan sampling.21 Sementara itu, pendapat
lain mengatakan bahwa unsur-unsur yang lazim diminta (harus ada) dalam suatu
rencana penelitian adalah: (l)Judul penelitian; (2)Penegasan masalah; (3)Latar
belakang penelitian; (4)Tinjauan Pustaka; (5)Anggapandasar(asumsi); (6)Problematik
penelitian atau hipotesis; (7)Tujuan dan manfaat penelitian; dan
(8)Metodologi.[19]
Dalam
aplikasinya, keberadaan unsur-unsur tersebut tidak mesti harus ada seluruhnya.
Hal ini amat bergantung kepada bentuk dari macam penelitian sebagaimana telah
disebutkan di atas. Untuk rencana penelitian yang bersifateksploratif atau
grownflferf research misalnya, tidak harus ada hipotesis atau landasan teori
tertentu. Untuk itu, seorang peneliti harus tahu persis penelitian jenis dan
macam apa yang akan dilakukannya.
Selanjutnya,
jika unsur-unsur tersebut dikaitkan dengan rencana pe-nyusunan draft penelitian
dan pengkajian agama, yang harus ada adalah: (1) Unsur latar belakang masalah;
(2)Studi kepustakaan; (3)Landasan teori; (4)Metodologi penelitian; dan (5)Kerangka
analisis.23 Kelima unsur yang lazim digunakan dalam penelitian sosial itu dapat
digunakan untuk penelitian agama, karena sebagaimana dikatakan di atas, agama
dari segi bentuk pelaksanaannya merupakan bagian dari pengetahuan sosial atau
merupakan bagian dari budaya manusia yang bercorak batiniah. Kelima unsur yang
mesti ada dalam penelitian agama ini selengkapnya dapat dikemukakan sebagai
berikut.
a.
Landasan
Teori dan Hipotesis
Sebagaimana
telah dikemukakan pada bagian terdahulu, teori pada pokoknya merupakan
pernyataan mengenai sebab akibat atau mengenai adanya suatu hubungan positif
antara gejala yang diteliti dari satu atau beberapa faktor tertentu dalam
masyarakat.27 Misalnya, teori mengatakan bahwa angka bunuh diri adalah fungsi
dari kegelisahan dan tekanan jiwa yang terus menerus yang dialami orang-orang
tertentu. Integrasi atau kohesi sosial dapat memberi dukungan batin kepada para
anggota kelompok yang meng-alami berbagai kegelisahan dan tekanan-tekanan jiwa
yang hebat. Selanjutnya teori berikutnya mengatakan bahwa orang Katolik
memiliki kohesi sosial lebih kuat daripada orang Protestan. Oleh karena itu,
dapat diperkirakan bahwa angka bunuh diri pada orang Katolik lebih rendah
dibandingkan dengan angka bunuh diri pada orang Protestan.[20]
Dalam
penelitian agama misalnya, kita menjumpai teori yang mengatakan bahwa setiap
perilaku yang diperankan oleh seseorang selalu bertolak dari keyakinan agama
yang dianutnya. Dengan teori ini kita dapat menjelas-kan mengapa orang berkata,
berbuat, dan melakukan suatu perbuatan bertolak dari sudut pandang keyakinan
agama yang dianutnya.
Contoh
lainnya mengenai teori ini dapat kita jumpai dalam kegiatan ekonomi. Teori
terkenal Max Weber mengatakan adanya hubungan positif antara agama Protestan
dan bangkitnya kapitalisme. Banyak sekali hipotesis yang diperoleh dari teori
ini, dengan meluaskan konsep agama Protestan dengan agama-agama lain atau
dengan sistem nilai budaya pada umumnya dalam suatu masyarakat, dan meluaskan
konsep kapitalisme dengan kegiatan ekonomi pada umumnya. Di Indonesia,
penelitian yang berdasarkan teori ini telah dilakukan oleh Clifford Geertz,
seorang sarjana antropolog dari Amerika yang menguji hubungan antara agama
Islam dan kegiatan-kegiatan yang bersifat interpreneur di suatu daerah di Jawa Tengah.
b.
Metodologi
Penelitian
Apabila
konsep-konsep sudah ditentukan dan ditegaskan, dan landasan teori dan hipotesis
telah terbentuk, kita menuju ke tahap pemilihan metode pelaksanaan penelitian.
Metode mana yang akan dilakukan dan dinilai paling tepat amat bergantung pada
macam penelitian yang dilakukan serta maksud dan tujuan yang ingin dicapai.
Kita, misalnya, mengenai adanya penelitian yang bersifat eksploratif
(menjelajah), deskriptif (menggambarkan), dan explanatory (menerangkan)
sebagaimana telah dikemukakan di atas. Penelitian eksploratif bertujuan untuk
memperdalam pengetahuan mengenai suatu gejala tertentu atau mendapatkan ide-ide
baru mengenai gejala itu dengan maksud untuk merumuskan masalahnya secara
terperinci atau untuk mengembangkan hipotesis. Sedangkan penelitian deskriptif
bertujuan menggambarkan secara tepat sifat-sifat suatu individu, keadaan,
gejala atau kelompok tertentu, atau untuk menentukan frekuensi atau penyebaran
suatu gejala dan gejala lain dalam masyarakat. Dalam hal ini, mungkin sudah ada
hipotesis-hipotesis, mungkin belum, tergantung dari sedikit-banyaknya
pengetahuan tentang masalah yang bersangkutan. Sementara penelitian yang
bersifat menerangkan bertujuan mengujj hipotesis-hipotesis tentang adanya
hubungan sebab akibat antara berbagai variabel yang diteliti.
Selanjutnya,
dengan mengetahui macam-macam penelitian tersebut, kita dapat menentukan
bagaimana cara pengumpulan data untuk ketiga macam penelitian tersebut,
bagaimana cara mengolah data-data tersebut, bagaimana cara mendeskripsikannya,
menganalisisnya, dan menyimpulkannya.
Untuk
penelitian yang bersifat eksploratif misalnya, kita dapat melaku-kan wawancara
terbuka yang memberikan keleluasaan bagi si penjawab untuk
memberi pandangan secara bebas. Sedangkan untuk
penelitian yang bersifat deskriptif dapat menggunakan data kualitatif.
Sementara untuk penelitian yang bersifat menerangkan dapat menempuh cara
eksperimen seperti keadaan dalam laboratorium ilmu eksakta, dan dapat pula
berbentuk perbandingan sistematis atau yang selanjutnya disebut dengan studi
komparatif.
c.
Kerangka
Analisis
Data-data
yang telah terkumpul melalui berbagai metode tersebut selanjutnya diolah.
Pertama-tama data itu diseleksi atas dasar reliabilitas dan validitasnya. Data
yang rendah reliabilitas dan validitasnya, data yang kurang lengkap digugurkan
atau dilengkapi dengan substitusi. Selanjutnya, data yang telah lulus dalam
seleksi itu lalu diatur dalam tabel, matrik, dan lain sebagainya agar
memudahkan pengolahan selanjutnya. Kalau mungkin, pada penyusun-an tabel yang
pertama itu dibuat tabel induk (master table). Jika tabel induk itu dapat
dibuat, langkah-langkah selanjutnya akan lebih mudah dikerjakan karena
perhitungan-perhitungan dan analisis dapat dilakukan berdasarkan tabel induk
itu.
Menganalisis
data merupakan suatu langkah yang sangat kritis dalam penelitian. Penelitian
harus memastikan kerangka dan pola analisis mana yang akan digunakan, apakah
analisis statistik ataukah analisis nonstatistik. Pemilihan ini tergantung
kepada jenis data yang dikumpulkan. Analisis statistik dengan data kuantitatif
atau data yang dikuantifikasikan, yaitu data dalam bentuk bilangan, sedangkan
analisis nonstatistik sesuai untuk data deskriptif atau data textuar. Data
deskriptif sering hanya dianalisis menurut isinya dan karena itu disebut juga
analisis isi (content analysis).
Hasil
analisis boleh dikatakan masih faktual dan ini harus diberi arti oleh peneliti.
Hasil ini biasanya dibandingkan dengan hipotesis penelitian, didis-kusikan atau
dibahas, dan akhirnya diberi kesimpulan. Seperti telah dikemukakan sebelumnya,
peneliti mengharapkan agar hipotesisnya tahan uji, yaitu terbukti kebenarannya.
Jika yang terjadi memang demikian, bahasan itu mungkin tidak perlu dilakukan.
Tetapi jika hipotesis penelitian itu ternyata tidak
tahan uji atau ditolak, peranan bahasan lalu menjadi penting, karena peneliti
harus dapat menjelaskan mengapa hal itu terjadi. Peneliti wajib mengeksplorasi
segala sumber yang mungkin menjadi sebab tidak terbukti hipotesis
perielitiannya. Dengan demikian orisinalitas penelitian dapat dipantau dari
konstruksi teori yang digunakan.
2.7 Pendekatan
Yang
Digunakan
Pendekatan
dapat diartikan sebagai suatu cara pandang yang digunakan untuk menjelaskan
suatu data yang dihasilkan dalam penelitian. Suatu data hasil penelitian dapat
menimbulkan pengertian dan gambaran yang berbeda-beda bergantung kepada
pendekatan yang digunakan. Dalam kaitan ini kita, misalnya, mengenal adanya
pendekatan kawasan (regional), pendekatan perbandingan, dan pendekatan
topikal. Pendekatan kawasan (regional) dapat digunakan untuk menjelaskan .hasil
penelitian tentang suatu masalah menurut wilayah di mana masalah tersebut
terjadi. Misalnya studi tentang Islam yang ada di Timur Tengah, Afrika Utara,
Asia Tengah, Asia Selatan, Asia Tenggara, dan sebagainya. Buku berjudul
Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII dan XVIII
—disertasi Azyumardi Azra—, merupakan contoh dari penelitian tentang Islam
menurut pendekatan kawasan. Demikian pula buku berjudul Pemikiran Islam di Malaysia
Sejarah dan Aliran —ditulis oleh Abdul Rahman Haji Abdullah— termasuk
penelitian studi Islam yang menggunakan pendekatan kawasan. Model pendekatan
kawasan ini biasanya banyak digunakan untuk mengkaji Islam secara komprehensif
yang terdapat pada suatu wilayah atau kawasan, sehing-ga antara Islam yang
berada pada satu kawasan dapat dibedakan dengan Islam yang ada pada kawasan
lainnya.
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Dari
uraian diatas, maka dapat disimpulkan:
1. Penelitian
Agama berarti menempatkan Agama sebagi objek penelitian
2. Perbedaan
antara penelitian Agama dan keagamaan adalah objek penelitiannya.
3. Penelitian
Agama mengkaji Agama sebagai doktrin sedangkan penelitian keagamaan objek
penelitian yang dikaji adalah Agama sebagai gejala sosial.
4. Teori
dalam konstruksi penelitian keAgamaan diantaranya Teori perubahan sosial, Teori
struktural-fungsional, Teori antropologi dan sosiologi Agama, Teori budaya dan
tafsir budaya simbolik, Teori pertukaran sosial, Teori sikap
5. Model-model
penelitian keagamaan diantaranya adalah Analisis Sejarah, Analisis Lintas
Budaya, Eksperimen, Observasi Partisipatif, Riset Survey dan Analisis
Statistik, Analisis Isi
DAFTAR
PUSTAKA
Dikutip
dari George Theodorson dan Achilles G. Theodorson, A Modern Dictionary of
Sociology,New York: Thomas (New York: Thomas Y. Crowell Company, 1969), hlm.
347, oleh Ahmad Syafi’I Mufid, “Penelitian Agama: Hakikat, Metode, dan
Kegunaannya”, dalam Affandi Mochtar (ed.), Menuju Penelitian Keagamaan
dalam Perspektif Penelitian Sosial, (Cirebon: Fak. Tarbiyah IAIN SGD,
1996), HLM.32.
Ahmad
Syafi’I Mufid dalam Affandi Mochtar (ed.), 1996: 33
M.
Atho Mudzar, 1998, hlm. 35
Ahmad
Syafi’i Mufid dalam Affandi Mochtar (ed.), 1996: 35
Djamari,
1993:53-9
'W.J.S.
Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1991),
cet. XII, him. 520. Hbid., hlm. 1055.
MeIy
G. Tan, "Masalah Perencanaan Penelitian" dalam Koentjaraningrat,
Metode-metode Penelitian Masyarakat, (Jakarta: Gramedia, 1983), cet. V, him.
20. "W.J.S. Poerwadarminta, op. tit., hlm. 1039.
H.M.
Arifin, Kapita Selekta Pendidikan (Islam dan Umum), 0akarta:Bumi Aksara, 1993),
cet. II, him. 142.
'Donald
Ary, dkk., Pengantar Penelitian dalam Pendidikan, (terj.) Arief Furchan, dari
judul asli Introduction to Research in Education, (Surabaya: Usaha Nasional,
t.t), him. 44.
H.M.
Arifin, Menguak Misteri Ajaran Agama-agama Besar, 0akarta: Golden Trayon Press,
1992), cet. IV, hlm. 5.
"
[1] Dikutip
dari George Theodorson dan Achilles G. Theodorson, A Modern Dictionary of
Sociology,New York: Thomas (New York: Thomas Y. Crowell Company, 1969), hlm.
347, oleh Ahmad Syafi’I Mufid, “Penelitian Agama: Hakikat, Metode, dan
Kegunaannya”, dalam Affandi Mochtar (ed.), Menuju Penelitian Keagamaan
dalam Perspektif Penelitian Sosial, (Cirebon: Fak. Tarbiyah IAIN SGD,
1996), HLM.32.
[2] Ahmad Syafi’I Mufid dalam Affandi
Mochtar (ed.), 1996: 33
[3] M. Atho Mudzar, 1998, hlm. 35
[4] Ahmad Syafi’i Mufid dalam Affandi
Mochtar (ed.), 1996: 35
[5] Djamari, 1993:53-9
[6] 'W.J.S.
Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1991),
cet. XII, him. 520. Hbid., him. 1055.
[7] MeIy
G. Tan, "Masalah Perencanaan Penelitian" dalam Koentjaraningrat,
Metode-metode Penelitian Masyarakat, (Jakarta: Gramedia, 1983), cet. V, him.
20. "W.J.S. Poerwadarminta, op. tit., him. 1039.
[8] H.M.
Arifin, Kapita Selekta Pendidikan (Islam dan Umum), 0akarta:Bumi Aksara, 1993),
cet. II, him. 142.
[9] 'Donald
Ary, dkk., Pengantar Penelitian dalam Pendidikan, (terj.) Arief Furchan, dari
judul asli Introduction to Research in Education, (Surabaya: Usaha Nasional,
t.t), him. 44.
[12] H.M.
Arifin, Menguak Misteri Ajaran Agama-agama Besar, 0akarta: Golden Trayon Press,
1992), cet. IV, him. 5.
[13] "Harun
Nasution, Islam Ditinjau Dari Berbagai Aspeknya, Jilid I, (Jakarta: UI Press,
1979), cet. I, him. 10.
[14] Ibid.,him.
11.
[15] Taib
Thahir Abd. Mu'in, Ilmu Kalam, (Jakarta: Wijaya, 1986), cet. VIII, him. 121.
[16] "H.M.Arifin,MenguakMisteri...,
op. cit., him. 1,
[17] Masri
Singarimbun, op. cit., him. 4.
[18] H.M.
Arifin, Menguak Misteri Ajaran Agama-agama Besar, 0akarta: Golden Trayon Press,
1992), cet. IV, hlm. 5.
[19] "Harun
Nasution, Islam Ditinjau Dari Berbagai Aspeknya, Jilid I, (Jakarta: UI Press, 1979),
cet. I, hlm. 10.
[20] "Abdul HayAl-Farmawi, al-Bidayahfi
Tafsir al-Maudhu'iy (Kairo: Al-Hadlarah, 1977), cet. II, hlm. 62.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar